Bisnis.com, JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) masih mempelajari konsekuensi penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
VP Corporate Communications PTFI Katri Krisnati mengatakan sampai dengan saat ini pihaknya masih mempelajari terkait aturan baru ini apakah masih masuk akal atau tidak.
“Perihal aturan BK [Bea Keluar] ini sedang kami pelajari,” kata Katri saat dihubungi Bisnis, Rabu (19/7/2023).
Meskipun demikian, Katri menyebut bahwa prioritas pihaknya saat ini masih tentang proses perizinan ekspor konsentrat tembaga milik PTFI.
Sebab, Katri menuturkan bahwa saat ini tahapan-tahapan keluarnya izin ekspor masih berjalan, dan pihaknya mengharapkan izin tersebut dapat keluar dalam waktu dekat.
“Tahapan dalam proses Izin ekspor sedang berjalan dengan kementerian terkait, harapan kami bisa secepatnya. Dan ini prioritas kami saat ini,” ujarnya.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken aturan baru terkait jenis dan tarif bea keluar bagi produk hasil pengolahan mineral logam berdasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter dan kadar konsentrat.
Dalam ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, Sri Mulyani tidak lagi membebaskan bea keluar terhadap komoditas ekspor mineral tersebut.
“Penetapan tarif Bea Keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50% [lima puluh persen],” tulis beleid tersebut, dikutip, Selasa (18/7/2023).
Berdasarkan PMK tersebut, tarif Bea Keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50 persen dan dibagi tiga tahap.
Tahap 1 dengan tingkat kemajuan fisik pembangunan 50-70 persen dikenai tarif antara 7,5-15 persen, tahap 2 dengan progres pembangunan 70-90 persen bertarif 5-10 persen, dan tahap 3 dengan progres pembangunan 90-100 persen bertarif 2,5-7,5 persen.
Ketentuan progres pembangunan maupun tarif baru itu lebih tinggi dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yakni PMK No. 39/2022.