Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hilirisasi dan larangan ekspor mineral mendapat tentangan dari Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (IMF).
Sejak 2020, pemerintah sudah melakukan penyetopan ekspor bijih nikel. Penghentian ekspor ini dilakukan guna mempercepat program peningkatan nilai tambah atau hilirisasi yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi.
Namun, kebijakan tersebut justru mendapat gugatan dari Uni Eropa (UE) lewat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Larangan ekspor bijih nikel Indonesia dinilai ilegal dan tidak adil bagi produsen baja UE.
Selain Uni Eropa, belakangan ini, IMF juga melakukan desakan kepada Indonesia untuk menghapus larangan pembatasan ekspor mineral.
Berdasarkan IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, pemerintah Indonesia juga diminta untuk tidak memperluas kebijakan larangan ekspor ke komoditas mineral lainnya.
IMF menilai reformasi struktural di dalam negeri sangat penting untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah dan harus sejalan dengan kebijakan untuk melakukan diversifikasi ekonomi.
Baca Juga
Adapun, per 10 Juni 2023, Presiden Jokowi telah memperluas kebijakan larangan ekspor komoditas mineral, terutama untuk bijih bauksit.
Untuk diketahui, cadangan dan produksi komoditas nikel di Tanah Air cukup besar. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional Tahun 2022-2027, cadangan dan produksi nikel Indonesia berada di peringkat ke-1 di dunia atau setara dengan 23 persen cadangan dunia dan produksi 29 persen dari cadangan dunia.
Adapun, Indonesia memiliki total sumber daya nikel sebesar 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Indonesia juga masih menyimpan beberapa wilayah yang belum dieksplorasi (greenfield) yang dapat dikembangkan dan dijadikan peluang investasi, seperti untuk komoditas nikel ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Pemerintah memperkirakan permintaan komoditas mineral khususnya nikel akan semakin kuat seiring dengan peningkatan permintaan baterai berbasis nikel.
Selain nikel, cadangan bauksit Indonesia juga menempati peringkat ke-6 untuk komoditas bauksit atau setara dengan 4 persen cadangan dunia, sementara komoditas tembaga menempati peringkat ke-7 atau setara dengan 3 persen cadangan dunia.
Kemudian, cadangan emas berada di peringkat ke-5 dunia atau setara dengan 10 persen cadangan dunia dan cadangan timah peringkat ke-2 duniat atau setara dengan 17 persen cadangan dunia.