Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset: 81,3 Persen Remitansi PMI Digunakan untuk Beli Makanan

Akademis Kanada dan komunitas migran Indonesia menyampaikan hasil riset terbaru terkait remitansi para pekerja migran. Berikut ini hasil risetnya.
Tenaga kerja indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia tiba di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali./JIBI
Tenaga kerja indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia tiba di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari 80 persen pekerja migran asal Filipina dan Indonesia di Hong Kong mengatakan uang kiriman atau remitansi mereka digunakan untuk membeli makanan. 

Temuan ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan akademis Kanada dan komunitas migran Indonesia. Survei dilakukan pada 966 pengguna remitansi yang teridentifikasi.

“Dan yang terpenting dari riset ini adalah bagaimana remitansi ini digunakan. Dari penelitian kami, makanan merupakan salah satu entitas terbesar yang mengambil dari remitansi ini, sekitar 81,3 persen,” kata Dosen School of Public Health University of Alberta Kanada Denise L. Spitzer saat memaparkan hasil riset The Lives of Migrant Remittances di Kantor Yayasan LBH Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2023).

Kemudian di urutan kedua, sebanyak 70,9 persen remitansi digunakan untuk biaya sekolah, diikuti rumah dan perbaikan dan sewa/gadai sebanyak 47,3 persen, serta barang-barang dan peralatan rumah tangga 42,6 persen. 

Lalu, 39,3 persen responden menyebut remitansi digunakan untuk biaya pengobatan, 36,5 persen digunakan untuk menabung, dan 23,7 persen digunakan untuk membayar hutang. 

Sementara itu, hanya 5,8 persen menggunakan remitansi untuk investasi bisnis. Dari temuan ini, Denise mengatakan bahwa pada praktiknya, fokus remitansi ini hanya digunakan untuk bertahan dibandingkan berinvestasi. 

Dalam risetnya, Denise mencatat gaji bulanan rata-rata di Hong Kong menurut data 2020 sebesar $4.410 HKD atau setara US$564. Dari pekerja yang disurvei, sebanyak 88,7 persen pekerja mengirim remitansi bulanan dan median dari orang-orang ini mengirimkan sebanyak $2.500 HKD atau setara US$322 atau 50 persen dari gaji mereka.

“Terkadang kami juga mendengar dari beberapa orang yang kita survei bahwa mereka mengirim sampai 75 persen dari gaji mereka per bulan,” ungkapnya.

Dia mencontohkan Yang, salah satu pekerja migran rumah tangga asal Filipina di Hongkong. Yang diketahui mengirimkan 70 persen dari gaji bulanannya untuk biaya sekolah anaknya yang kian mahal.

Sementara itu, Ela, purna migran asal Ponorogo mengungkapkan berapa banyak remitansi yang harus dikeluarkannya. Saat dia bekerja di Hong Kong, gaji bulanan yang diterimanya adalah $3.500 HKD.

Namun, dia harus membayar $3.000 HKD untuk biaya penempatan, $400 HKD untuk biaya remitansi, dan $100 HKD atau setara US$13 untuk dirinya sendiri. 

“Dan keluarga Ela tidak tahu kalau Ela harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Mereka tidak tahu Ela hanya punya US$13 untuk menghidupi dirinya sendiri,” ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Denise, penilaian masyarakat terhadap pekerja migran yang dianggap sebagai pahlawan devisa bagi negara perlu dipertanyakan lagi.

Pasalnya, dalam studi yang dilakukan Denise dan timnya menunjukkan bahwa remitansi menjadi beban bagi pekerja migran lantaran mereka tidak mampu banyak membantu keluarga mereka di negara asalnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper