Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menawarkan kerja sama di sektor farmasi dengan Republik Rakyat China (RRC) saat bertandang ke negeri Tirai Bambu tersebut.
Tawaran tersebut diajukan Agus saat mengikuti rangkaian acara China-Asean Forum on Emerging Industries 2023 pada 3 hingga 6 Juli 2023.
Agus menyebutkan, saat ini industri farmasi Indonesia masih mengandalkan bahan baku dari produk impor dikarenakan bahan baku obat dalam negeri belum dieksplorasi secara lebih mendalam.
Dalam hal ini, Politisi Partai Golkar tersebut mengharapkan adanya pengembangan investasi dari RRT atas bahan baku obat selain paracetamol.
“Sistem kesehatan Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia, menjangkau 240 juta penduduk dengan turnover value mencapai US$40 Miliar. Karenanya, pendalaman struktur industri farmasi sangat penting untuk dilakukan,” kata Agus dalam siaran pers, Jumat (7/7/2023).
Senada dengan Agus, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Ignatius Warsito sebelumnya juga menyebutkan Menperin mengikuti kegiatan tersebut dengan salah satu misi untuk mendatangkan kerja sama atau investasi di beberapa subsektor manufaktur.
Baca Juga
Menurutnya, dengan free trade area (FTA) antara Asean dan China akan membuka peluang investasi di sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi, salah satunya industri yang berada dalam binaan IKFT, yaitu industri farmasi.
“Terkait kerja sama FTA, didorong untuk pengembangan investasi sektor lain seperti sektor industri farmasi dan sektor sektor industri yang punya nilai tambah lebih tinggi seperti semikonduktor dan baterai electric vehicle [EV],” tutur Warsito saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (5/7/2023).
Permasalahan supply chain bahan baku di sektor manufaktur sebelumnya disinggung oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani.
Dalam catatan Bisnis.com, Jumat (7/7/2023) menurut Shinta, industri manufaktur nasional hingga kini masih berkelit dengan permasalahan suplai bahan baku ataupun bahan baku penolong dalam negeri yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan industri.
Dengan demikian menurutnya, pemerintah juga harus andil dalam meningkatkan kualitas, agar produk industri dalam negeri dapat bersaing secara seimbang dengan produk luar negeri.
“Akan lebih baik bila program ini sifatnya lintas Kementerian atau Lembaga agar isu-isu daya saing di dalam supply chain manufaktur nasional bisa diatasi secara bersamaan, bukan hanya kualitas produk manufaktur di hilirnya saja,” kata pemilik Sintesa Group tersebut kepada Bisnis.com baru-baru ini.