Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyanggah laporan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), yang menyebut larangan ekspor komoditas akan membuat Indonesia merugi.
Berdasarkan laporan bertajuk IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, IMF meminta pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor komoditas secara bertahap. Selain itu, cost-benefit dari kebijakan ini perlu dilakukan secara berkala.
Bahlil Lahadalia menyatakan pelarangan ekspor yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk mendorong proses hilirisasi di dalam negeri. Upaya ini juga dinilai telah membuat nilai tambah komoditas Indonesia semakin menjulang.
“IMF mengatakan negara kita rugi, ini di luar nalar berpikir sehat saya, dari mana dia [IMF] bilang rugi? Dengan kita melakukan hilirisasi, itu menciptakan nilai tambah sangat tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/6/2023).
Soal penyetopan ekspor nikel, semisal, Bahlil mengatakan hilirisasi nilai tambah produk turunan nikel juga berkontribusi pada nilai ekspor Indonesia. Ekspor besi dan baja yang sebelumnya hanya US$3,3 miliar pada 2017 kini melesat menjadi US$27,8 miliar pada 2022.
Hilirisasi, kata Bahlil, juga memberikan efek signifikan terhadap kinerja neraca perdagangan Indonesia. Contohnya, neraca perdagangan Indonesia-China yang kini surplus US$1,3 miliar pada kuartal I/2023, dari sebelumnya defisit sebesar US$18 miliar pada 2016-2017.
Baca Juga
“IMF jangan hanya ngomong ngawur. Dengan hasil hilirisasi ini, neraca perdagangan kita surplus sudah sampai 25 bulan sekarang dan neraca pembayaran kita mengalami perbaikan, serta mengalami surplus ini akibat hilirisasi,” kata Bahlil.
Sebelumnya, para direktur IMF memang meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan pembatasan ekspor komoditas secara bertahap. Pemerintah Indonesia juga diminta untuk tidak memperluas kebijakan larangan ekspor ke komoditas lainnya.
IMF menilai reformasi struktural di dalam negeri sangat penting untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah dan harus sejalan dengan kebijakan untuk melakukan diversifikasi ekonomi.
Namun, IMF menilai pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan manfaat jangka panjang dan biaya yang harus ditanggung melalui program hilirisasi tersebut, termasuk dampak rambatan ke negara lainnya akibat kebijakan pelarangan ekspor komoditas.
Analisis cost-benefit dari kebijakan ini dinilai perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui apakah kebijakan hilirisasi berhasil atau perlu diperluas ke komoditas mineral lainnya.