Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sederet Temuan BPK dari Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah

Banyak temuan BPK yang perlu pemerintah pusat tindak lanjuti, mulai dari peninjauan penyaluran PMN terhadap BUMN hingga tata kelola keuangan negara. 
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta, Kamis (24/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta, Kamis (24/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memang memberikan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) periode 2022. 

Namun nyatanya banyak temuan BPK yang perlu pemerintah pusat tindak lanjuti, mulai dari peninjauan penyaluran penanaman modal negara (PMN) terhadap BUMN hingga tata kelola keuangan negara. 

Bukan hanya itu, BPK bahkan menyebutkan bahwa penyaluran bantuan sosial rogram Sembako, BLT minyak goreng (Migor), dan/atau BLT BBM tidak sesuai ketentuan.

Diketahui, temuan tersebut dari hasil pemeriksaan 82 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan Laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) milik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Masalah Tata Kelola Keuangan Negara

BPS menyoroti sebanyak 3.490 temuan dari hasil pemeriksaan yang memuat 5.266 permasalahan senilai Rp25,85 triliun.

Ketua BPK Isma Yatun melaporkan temuan tersebut meliputi 1.295 permasalahan terkait dengan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 1.766 permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dengan nilai mencapai Rp14,65 triliun. 

Selain itu, BPK juga menemukan sebanyak 2.205 permasalahan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Alhasil permasalahan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp11,20 triliun. 

Terdiri dari 76 permasalahan ketidakhematan senilai Rp277,11 miliar, 2 permasalahan ketidakefisienan, dan 2,127 permasalahan ketidakefektifan senilai Rp10,93 triliun.

Penyaluran Bansos Tidak Tepat

BPK mencatat adanya temuan penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran senilai Rp185,23 miliar pada tahun lalu. Sementara anggaran perlindungan sosial termasuk di dalamnya bantuan sosial senilai Rp461,6 triliun pada 2022. 

“Penyaluran bansos sebesar Rp185,23 miliar terindikasi tidak tepat sasaran,” tulis BPK dalam laporannya, Selasa (20/6/2023).

BPK menemukan terdapat penetapan dan penyaluran bantuan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), pendamping sosial, tenaga kerja dengan upah di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). 

Selain itu, penerima bantuan juga terindikasi meninggal dunia, memiliki jabatan/usaha terdaftar di database Administrasi Hukum Umum (AHU), dan terindikasi menerima bantuan ganda.

Bahkan banyak data yang belum diperbarui sehingga keluarga penerima manfaat (KPM) yang bermasalah pada 2021, justru tetap mendapatkan bantuan pada 2022. 

Dapat Suntikan Triliunan, Proyek BUMN malah Mandek

BPK memberikan sejumlah catatan bagi investasi pemerintah terhadap perusahaan pelat merah. 

Berdasarkan temuan BPK, pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN pada periode 2015 dan 2016 pada 13 BUMN hingga semester I/2022 sebesar Rp10,49 triliun ternyata belum dapat diselesaikan.

Padahal, Kementerian BUMN pada periode 2020 hingga 2022 menangani tambahan PMN secara tunai kepada 15 BUMN sebesar Rp131,32 trilliun dan Rp20,68 triliun dari dana cadangan investasi 2022.  

Tambahan tersebut diperuntukkan memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha BUMN, juga dalam rangka melaksanakan proyek strategis nasional.

Lantas kondisi ini berpotensi adanya berkurangnya pendapatan negara karena aset yang dibangun belum dapat beroperasi. 

Masalah Ibadah Haji

Ketua BPK Isma Yatun menemukan belum mengatur jumlah kuota jemaah haji lanjut usia, pembimbing kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIHU) dan petugas haji daerah. 

Selain itu, juga masalah terhadap perhitungan dan pendistribusian kuota haji ke provinsi dan kabupaten atau kota belum sesuai. 

Untuk itu, pihaknya merekomendasikan pemerintah agar menetapkan peraturan jumlah kuota jemaah haji lanjut usia, pembimbing KBIHU dan petugas haji daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper