Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap kepatuhan atas pengelolaan Pertimbangan Teknis (Pertek) di lingkungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Temuan BPK itu dituangkan dalam LHP kepatuhan atas pengelolaan pertek 2023 sampai dengan semester I/2024 pada Kemenperin dan instansi lainnya. Pemeriksaan itu dilakukan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT); Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE); Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri (KIUI) serta Pusat Data dan Informasi (Pusdatin).
Pemeriksaan itu dilakukan dalam rangka mengawal Peraturan Pemerintah (PP) No.7/2021 yang mengatur soal Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Khususnya, terkait dengan pengelolaan impor.
Selain itu, pemeriksaan dilakukan sebagai upaya BPK mendorong pemerintah untuk mencapai target mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional.
"Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan pengelolaan pertek tahun 2023 s.d. semester I tahun 2024 pada Kemenperin telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian," demikian dikutip dari IHPS BPK semester II/2024, Rabu (25/6/2025).
Kendati dinilai sudah sesuai kriteria, BPK masih menemukan sejumlah permasalahan. Misalnya, Ditjen IKFT dan Ditjen ILMATE ditemukan belum sepenuhnya mengawasi kepatuhan pelaporan data industri.
Baca Juga
Hal itu ditunjukkan dengan adanya 93 pelaporan data industri yang belum disampaikan secara periodik, serta 381 pelpoaran data industri semesteran yang terlambat disampaikan oleh pelaku usaha melalui SIINas.
Di sisi lain, BPK menemukan bahwa belum ada penerapan sanksi administratif atas pelaku usaha yang tidak patuh dalam melaporkan data industri.
"Akibatnya, data industri pada SIINas [Sistem Informasi Industri Nasional] tidak dapat digunakan sebagai bahan analisis penerbitan pertek," ujar auditor negara.
Rekomendasi BPK & Sindiran Prabowo
Untuk itu, BPK merekomendasikan agar Menteri Perindustrian untuk melakukan sejumlah hal. Pertama, memerintahkan Direktur Jenderal (Dirjen) IKFT dan ILMATE mengusulkan tata cara pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan pelaku usaha dalam pelaporan data industri.
Kedua, memberikan pembinaan kepada direktur terkait agar selanjutnya lebih optimal dalam melakukan pengawasan atas kepatuhan pelaporan data industri.
Secara keseluruhan, ungkap BPK, hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pertek 2023-semester I/2024 pada Kemenperin menunjukkan adanya 5 temuan yang memuat 8 permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu meliputi 7 permasalahan SPI dan 1 permasalahan ketidakpatuhan.
Adapun, pertek adalah surat yang diterbitkan oleh Ditjen Pembina Industri Kemenperin untuk menerangkan pemenuhan persyaratan tertentu dalam rangka importasi barang atau perolehan fasilitas. Penerbitak pertek bisa diajukan melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) atau Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Pertek dibutuhkan antara lain untuk impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya; produk elektronik; tekstil, tas dan alas kaki; serta obta tradisional, suplemen kesehatan, dan komestik.
Presiden Prabowo Subianto, dalam acara bersama dengan jajaran menteri-menterinya, investor, ekonom serta pelaku usaha, pernah menyinggung soal pertek kementerian. Dia mengingatkan bahwa agar tidak boleh lagi ada pertek yang menghambat investasi.
Prabowo meminta agar segala bentuk pertek yang diterbitkan harus melalui izin presiden.
"Gak ada lagi pertek-pertek. Pokoknya peraturan teknis dikeluarkan oleh kementerian harus seizin presiden RI. Mudahkan," ujar Prabowo di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Lebih lanjut, Kepala Negara menyampaikan bahwa kebijakan perizinan harus dibuat sesederhana mungkin demi mendukung iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
"Jadi perizinan ya saya minta ya menteri-menteri, jangan ragu-ragu, saya minta demi rakyat. Kadang-kadang ya ini birokrat-birokrat ini saya kasih peringatan, ada aja, sudah dikeluarkan keputusan presiden, dia bikin lagi peraturan teknis. Pertek-pertek, apa itu pertek-pertek. Kadang-kadang itu perteknya lebih galak daripada keputusan presiden,” tuturnya.