Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berkomitmen untuk menyelesaikan negosiasi amandemen perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang dikerjakan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP).
Proses negosiasi tersebut berjalan alot salah satunya diduga karena oleh pendanaan seret di pengembang.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan perseroan tengah berkoordinasi intensif dengan IPP terkait untuk dapat menyelesaikan amandemen PPA pembangkit terbarukan tersebut.
“Beberapa amandemen PPA dilakukan karena pengembang belum mendapatkan pendanaan untuk proyek EBT yang sedang dilaksanakan. Terdapat juga pengembang yang bermohon mengajukan perubahan tarif jual beli listrik,” kata Greg saat dikonfirmasi, Minggu (18/6/2023).
Greg menuturkan komitmen penyelesaian amandemen itu turut menjadi prioritas perseroan untuk mempercepat upaya bauran energi bersih ke dalam sistem kelistrikan nasional yang saat ini masih ditopang batu bara.
“Sebagai upaya akselerasi pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, PLN terus melakukan koordinasi dan berupaya agar amandemen PPA dapat terlaksana dengan tetap mematuhi regulasi yang berlaku,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti permasalahan penyelesaian negosiasi amandemen PPA antara PLN dengan IPP. Permasalahan itu berkaitan dengan negosiasi amandemen PPA 48 pembangkit EBT di sistem Sumatera yang alot beberapa tahun terakhir.
“Kementerian ESDM memang melakukan monitoring terhadap kemajuannya setiap 3 bulanan,” kata Plt Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat dikonfirmasi, Minggu (18/6/2023).
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, total kapasitas pembangkit EBT yang belakangan terkendala negosiasi amandemen itu mencapai 342,91 megawatt (MW). Malahan beberapa negosiasi mandek sampai dengan 12 tahun.
Terdapat 3 proyek sudah beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) dengan kapasitas 18,42 MW, 28 proyek masih tahap kontruksi dengan kapasitas 215,89 MW, 12 proyek dalam masa pendanaan dengan kapasitas 64,1 MW, 2 proyek PPA efektif total kapasitas 17,5 MW dan 3 proyek diputus terminasi sebesar 27 MW.
Selain itu terdapat 2 proyek yang sudah mendapat sertifikat laik operasi (SLO), Pembangkit Listrik Minihidro (PLTM) Aek Sisira Simande dan PLTM Anggoci yang belakangan tidak bisa beroperasi lantaran terkendala Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) dari Kementerian PUPR). Kedua pembangkit itu memiliki potensi setrum mencapai 13,6 MW.
Dadan mengatakan terkendalanya amandemen pembangkit EBT disebabkan karena ketersediaan pendanaan dari pengembang, kesiapan infratruktur pendukung serta pembebasan lahan. Beberapa faktor itu, kata dia, memerlukan penyesuaian kembali di dalam PPA saat ini bersama dengan PLN.
Dia menampik terkendalanya amandemen PPA pembangkit EBT itu menjadi sinyal belum efektifnya penerapan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik di lapangan.
“Perpres 112 tidak mengatur untuk yang sudah ber-PPA. Tantangan di lapangan itu yang kemudian diperlukan penyesuaian dalam PPA, jadi tidak selalu terkait tarif,” kata dia.