Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dan Malaysia pada pekan lalu atau akhir Mei 2023 telah melakukan lawatan ke Brussels, Belgia, untuk menyampaikan penolakan terhadap European Union Deforestation-Free Product Regulation (EUDR).
Undang-undang tersebut mengatur perdagangan komoditas bebas deforestasi yang diumumkan Uni Eropa dan mulai diterapkan pada Juni 2023 dan secara paten berlaku pada Desember 2024.
“Kami menyampaikan ketidaksetujuan terhadap EUDR secara bersama karena kami melihat mereka harus memiliki regulasi yang transparan dan jelas, dan standar yang berlaku secara internasional,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartanto dalam Bisnis Indonesia – Green Economy Forum 2023, Rabu (7/6/2023).
Misi ke Uni Eropa tersebut merupakan misi bersama antara pemerintah Malaysia dan Indonesia di bawah Council of Palm Producing Countries (CPOPC).
UU Deforestasi mewajibkan perusahaan atau importir yang menjual minyak sawit, daging sapi, kayu, kopi, coklat, karet dan kedelai untuk memastikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan hasil deforestasi atau tidak merusak lingkungan maupun hutan.
Airlangga melihat adanya aturan ini menjadi tantangan jangka pendek bagi kedua negara selaku produsen dari minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Baca Juga
Untuk itu, Airlangga meminta kepada pihak Uni Eropa ketika di Belgia, untuk menerapkan peraturan yang tidak unilaterally atau sepihak dan tidak diskriminatif.
Menko Airlangga mengusulkan untuk Eropa mengadopsi standar-standar terkait perkebunan yang sudah ada, bukan membuat standar baru.
“Kami harap Eropa bisa mengambil hal standar yang sudah ada kemudian diadopsi, bukan membuat standar baru yang tidak sempat diadopsi, tidak juga berdasarkan best practice dan diberlakukan tanpa sosialisasi yang cukup,” usulnya.
Dalam hal sawit dan perkebunan lainnya, Ketua Umum Partai Golkar meminta Eropa untuk mengakui standar Indonesia Sustanability Palm Oil (ISPO) dan Malaysian Sustainability Palm Oil (MSPO).
“Masalah asal usul hutan yang dipakai berproduksi ini sudah merupakan bukan wilayah yang dideforestasikan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat aturan milik Eropa tersebut menunjukkan bahwa standar lingkugan semakin ketat.
Dirinya memberikan contoh, apabila industri otomotif seperti mobil memiliki ban yang berasal dari alam yang berasal dari Indonesia ternyata merupakan hasil deforestasi, bisa jadi satu negara kena sanksi atau perangkat komponen lainnya dikenakan pajak bea masuk.
“Untuk mempertahankan pasar ekspor kita [Indonesia], mau tak mau kita harus mempersiapkan standarisasi itu,” katanya.