Bisnis.com, JAKARTA - Pengelolaan pasir hasil sedimentasi dinilai dapat mendukung keberlanjutan ekosistem laut hingga membantu aktivitas nelayan. Hal ini menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang mengatur mengenai pasir sumber reklamasi hingga ekspor pasir laut.
Guru Besar bidang Ilmu Ekologi Pesisir Institut Pertanian Bogor (IPB) Dietriech G. Bengen menuturkan hasil sedimentasi di beberapa bagian perairan Indonesia, baik yang dihasilkan dari aktivitas di daratan maupun di wilayah pesisir dan laut justru memang dapat menganggu ekosistem pesisir dan juga kegiatan masyarakat nelayan. Pendangkalan alur akibat sedimentasi menyebabkan kapal nelayan tidak bisa melintas.
Dia menuturkan, sedimentasi juga dapat mengancam kelestarian ekosistem salah satunya terumbu karang. Ekosistem terumbu karang menurutnya bisa rusak bila tertutupi sedimen yang terbawa arus secara terus menerus. Kerusakan terumbu karang ini akhirnya dapat mempengaruhi keberadaan pulau-pulau kecil, khususnya pulau-pulau dataran di sekitarnya.
"Sedimen kalau masuk ke alur pelayaran kapal tentu dapat menimbulkan pendangkalan yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas pelayaran,” ujar dia lewat keterangan tertulisnya, Jumat (2/6/2023).
Di sisi lain, hasil sedimentasi juga dapat menjaga kelestarian ekosistem pesisir di antaranya mangrove. Sedimen yang mengandung bahan organik dapat menjadi sumber unsur hara yang baik bagi pertumbuhan mangrove. Namun jika sedimentasi tak terkendali, juga dapat mengancam kelestarian mangrove.
“Namun bila di pesisir terdapat mangrove, maka sedimen dapat terjebak di mangrove. Tapi kalau mangrove tidak ada, bukan hanya alur kapal yang terganggu, tapi sedimen ini bisa terbawa jauh keluar dan mengendap menutupi terumbu karang. Sedimen yang halus itu bisa tersuspensi arus yang kuat. Katakanlah sedimen masuk ke ekosistem terumbu karang, mengendap dan menutupi terumbu karang, maka mati juga terumbu karangnya," paparnya.
Baca Juga
Selain itu, Bengen menilai sedimentasi juga harus mengutamakan kepentingan ekologi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem.
"PP ini seyogyanya memberikan arahan bagaimana hasil sedimentasi yang ada dapat dikelola agar dapat memberikan manfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi keberlanjutan ekosistem serta keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Intinya adalah itu. Mengenai apakah hasil sedimentasi mengandung pasir yang bisa dipakai untuk reklamasi dan segala macam, itukan pemanfaatan sedimennya ya," ujarnya.
Untuk itu menurutnya, pentingnya pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Kebijakan yang dibuat tentu tidak hanya mengatur pemanfaatan hasil sedimentasi, melainkan juga berisi perencanaan pengelolaan, pengendalian hingga pengawasannya.
Bengen juga mengapresiasi adanya Tim Kajian integratif yang akan dibentuk Menteri KKP yang melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah, termasuk akademisi dan pegiat lingkungan, sehingga pengelolaan berjalan sesuai koridor untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta kehidupan dan penghidupan masyarakat.
"Yang paling penting sekarang, PP itukan tidak bisa jalan kalau tidak ada aturan turunannya yaitu permen. Tinggal bagaimana membuat permennya itu bisa menjamin pengelolaan hasil sedimentasi dapat menjamin keberlanjutan ekosistem serta penghidupan dan kehidupan masyarakat. Itu yang harusnya kita kawal," tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah menerbitkan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada 15 Mei 2023. Dalam kebijakan itu disebutkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut, serta mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Pengelolaan hasil sedimentasi di laut dikecualikan pada daerah lingkungan kerja, daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, dan terminal khusus. Lalu wilayah izin usaha pertambangan, alur pelayaran dan zona inti kawasan konservasi kecuali untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi.
Di sisi lain, PP tersebut juga disorot lantaran diizinkannya kembali ekspor pasir laut setelah disetop setelah 20 tahun.