Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah mengkaji peluang untuk mengambil alih 35 persen hak partisipasi Shell Upstream Overseas Ltd di Blok Masela seiring proses divestasi tak kunjung rampung.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, rencana divestasi Shell telah berlangsung berlarut-larut sejak keinginan itu disampaikan ke pemerintah 2019 lalu. Oleh karena itu, pemerintah ingin melelang ulang 35 persen hak partisipasi itu tahun depan apabila rencana divestasi itu belum rampung.
Malahan, Arifin menegaskan, pemerintah telah siap menghadapi kemungkinan gugatan di arbitrase internasional apabila pengambilalihan hak partisipasi itu justru berakhir sengketa atas kontrak yang saat ini berjalan dengan Shell.
“Kita lihat saja nanti adu kuatnya bagaimana [jika arbitrase], kita sekarang juga sedang review,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Menurut Arifin, posisi Indonesia untuk mengambilalih hak partisipasi Shell itu relatif kuat. Lewat perubahan rencana pengembangan atau plan of development (PoD) pertama yang diteken pada 2019 lalu, kata Arifin, pemerintah dapat melelang ulang hak partisipasi pengelolaan blok jika setelah 5 tahun tidak ada kemajuan pengembangan lapangan.
“Kan 5 tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa kita akan tinjau kembali, termasuk kemungkinan untuk itu [lelang ulang], ini kan sudah beberapa tahun, 2019 sampai 2023 sudah 4 tahun, makanya kita ingetin saja,” kata dia.
Baca Juga
Menurut Arifin, proses divestasi yang berlarut-larut itu justru merugikan Indonesia lantaran belum dapat memonetisasi ladang gas prospektif itu hingga saat ini. Padahal, kebutuhan untuk gas terbilang besar di tengah masa transisi energi beberapa tahun terakhir.
“Lu bayangin saja 2019, kita kasih PoD I yang membantu keekonomian Masela ini, tiba-tiba Shell mundur, sampai sekarang 4 tahun nggak ada perkembangan, kalau mau mundur sebelum PoD saja mundurnya,” kata dia.
Di sisi lain, Inpex Corporation, lewat anak usahanya Inpex Masela Ltd, telah resmi menyampaikan revisi rencana pengembangan lapangan untuk penambahan fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di proyek LNG Abadi Blok Masela kepada pemerintah awal April 2023.
Penyampaian revisi rencana pengembangan lapangan itu dilakukan seiring dengan negosiasi Konsorsium Pertamina untuk melakukan penawaran mengikat atau binding offer atas 35 persen hak partisipasi yang ingin dilepas Shell Upstream Overseas Ltd di proyek LNG Abadi Blok Masela bulan lalu.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, harga transaksi saham 35 persen hak partisipasi itu belakangan sudah mendekati kata sepakat antara Shell dan konsorsium Pertamina-Petronas. Hanya saja, negosiasi masih berlanjut hingga saat ini.
“Gap [harga]-nya sudah semakin kecil,” kata Tjip, sapaan karibnya, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (15/5/2023) malam.
Tjip berharap transaksi jual beli saham itu dapat menemui titik sepakat bulan depan. Tenggat itu diharapkan tidak memengaruhi target komersial lapangan yang sudah beberapa kali mengalami kemunduran.
Konsorsium Pertamina disebut perlu menyiapkan anggaran paling sedikit US$1,4 miliar atau setara dengan Rp21 triliun untuk mengakuisisi PI Shell sebesar 35 persen di Blok Abadi Masela.
Berdasarkan data SKK Migas, Shell telah mengucurkan US$875 juta untuk mengakuisisi PI 35 persen di Blok Abadi Masela dan mengucurkan investasi senilai US$700 juta sehingga total dana yang telah dikeluarkan Shell untuk pengembangan lapangan tersebut sudah mencapai US$1,4 miliar.
Di samping itu, Pertamina juga masih harus menyiapkan anggaran senilai US$6,3 miliar untuk modal kerja di Masela dalam 5 tahun ke depan.