Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tengah mengkaji perluasan pengembangan lapangan migas nonkonvensional (MNK) di beberapa lapangan yang menjadi wilayah kerja (WK) Pertamina EP.
Kajian perluasan itu dilakukan setelah kepastian pengeboran dua sumur MNK di Lapangan Rokan, Gulamo dan Kelo pada triwulan kedua dan ketiga tahun ini. Adapun tajak itu dilakukan mitra Pertamina Hulu Rokan (PHR) asal Amerika Serikat, EOG Resources.
“Selain pemboran dua sumur tadi kami lewat Pertamina EP di 3 region itu sudah commit melakukan studi tahun ini,” kata Direktur Eksplorasi Pertamina Hulu Energi Muharram Jaya Penguriseng, Rabu (17/5/2023).
Rencananya kajian pengembangan lapangan MNK itu bakal dilakukan di kawasan Sumatra, Jawa hingga Kalimantan. Kajian itu diharapkan dapat memberi gambaran yang utuh ihwal potensi pengambangan kembali sejumlah aset tua milik Pertamina.
“Evaluasi dilakukan untuk melihat potensi di wilayah kerja Pertamina EP,” kata dia.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memetakan terdapat 14 area yang berpotensi untuk dikembangkan kembali sebagai lapangan MNK. Rencananya, 14 kawasan itu dapat menyumbang produksi sekitar 75.000 BOPD pada 2030.
Baca Juga
Kendati demikian, pengembangan lapangan MNK itu masih cukup terkendala akibat keterbatasan data karakteristik dari reservoir lapangan terkait. Di sisi lain, insentif fiskal dianggap belum mengakomodasi kepentingan dari pengembangan lapangan tua tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM tengah mengusulkan skema kontrak kerja sama bagi hasil gross split baru untuk mengembangkan sejumlah lapangan MNK. Usulan skema kontrak kerja sama tersebut, kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, dikenal dengan simplified gross split atau gross split yang disederhanakan.
“[Nanti] split fixed sepanjang kontrak. Bagi hasil sebelum tax ditentukan di awal kontrak dan bersifat tetap atau statis tanpa penyesuaian komponen variabel dan progresif seperti pada skema gross split PSC [production sharing contract] terdahulu,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Skema PSC anyar tersebut, imbuhnya, bakal menawarkan fleksibilitas pengadaan barang dan jasa untuk menunjang kegiatan eksploitasi lapangan MNK. “Skema ini menyerupai model revenue tax or royalty, skema pengembangan shale oil yang sudah proven di Amerika Serikat,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa dalam Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, bagi hasil didasarkan pada base split, komponen variabel, dan komponen progresif. Namun, dalam skema ini tidak diperlukan persetujuan biaya, melainkan hanya persetujuan program kerja sehingga dinilai dapat membawa konsekuensi untuk dilakukan verifikasi.
“Saat ini gross split yang ada, hitungannya bisa membawa konsekuensi untuk dilakukan verifikasi. Misalnya, kedalaman berapa ditambah sekian split-nya. Ada CO2, tambah sekian. Itu mendorong adanya verifikasi dan ini yang kami coba dorong untuk disederhanakan,” jelasnya.
Adapun, skema gross split baru ini diusulkan karena hingga saat ini belum terdapat cadangan terbukti pada lapangan migas nonkonvensional. Pengembangan lapangan tersebut memerlukan teknologi baru yang belum pernah dilakukan di Indonesia.