Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah meminta persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendapat izin eksplorasi hingga eksploitasi Cekungan Warim, Papua.
Permohonan izin pengembangan cekungan itu disebabkan karena sebagian kecil cekungan kaya migas itu diketahui tumpang tindih dengan Taman Nasional Lorentz. Malahan, cekungan itu juga diketahui bersinggungan dengan perbatasan Papua Nugini.
“Kami [sedang] minta persetujuan KLHK untuk bisa melaksanakan eksploitasi di hutan lindung,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat ditemui di Kementerian ESDM, dikutip Selasa (16/5/2023).
Langkah itu diambil SKK Migas untuk mengoptimalkan potensi migas dari Cekungan Warim yang diprediksi melampui milik Blok Masela, Maluku saat ini.
Berdasarkan data milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari hasil studi geologi awal, Cekungan Warim memiliki potensi 25.968 juta barel minyak (MMBO) dan 47,27 triliun kaki kubik gas (TCF).
“Sekarang sudah urus izin, setelah ini selesai kemudian kita tentu saja mencari KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] yang berminat, sudah ada beberapa perusahaan besar tapi ini masih sama-sama menjajaki,” kata dia.
Baca Juga
Adapun, ConocoPhilips sempat memegang hak pengelolaan blok tersebut sebelum pada akhirnya dilepas pada pertengahan 2015. Saat itu, ConocoPhilips ingin fokus pada pengembangan lapangan di Palangkaraya, Kalimantan.
Selain itu, masalah logistik dan perizinan disebutkan jadi alasan utama mundurnya KKKS asal Amerika Serikat tersebut dari cekungan yang belakangan kembali jadi perhatian pemerintah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan, kementeriannya turut mendorong izin eksplorasi dan eksploitasi itu dapat diperoleh dari otoritas lingkungan hidup saat ini.
Tutuka menuturkan, cekungan itu terbilang memiliki potensi yang besar dari kajian geologi awal. Dengan demikian, kegiatan eksplorasi lanjutan perlu dilakukan untuk membuktikan perkiraan cadangan cekungan tersebut.
“Secara saat ini estimasi dari tim geologi potensinya besar sekali, tapi kan tampaknya sulit perlu dipetakan lagi dan untuk membuktikan itu,” kata Tutuka.