Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan melanjutkan tren surplus selama 36 bulan berturut-turut hingga April 2023. Surplus neraca perdagangan diperkirakan mencapai US$3,47 miliar.
Ekonom BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, memperkirakan neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar US$3,47 miliar pada April 2023.
Nilai ekspor pada April 2023 diperkirakan sedikit menurun menjadi US$22,1 miliar, turun -6,17 persen secara bulanan atau -19,31 persen secara tahunan.
“Penurunan ekspor pada April 2023 sebagian juga disumbangkan oleh faktor seasonal sehubungan dengan perayaan Idulfitri, di mana kegiatan angkutan barang, termasuk untuk ekspor-impor dibatasi,” kata Damhuri kepada Bisnis, Jumat (12/5/2023).
Di sisi global, Damhuri menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi China cenderung membaik usai dibukanya kembali perekonomian di negara itu. Ekonomi China pada kuartal I/2023 tumbuh 4,5 persen, dengan PMI manufaktur yang tetap ekspansif.
Kondisi yang sama juga terlihat di India dan Jepang. Pada kuartal I/2023, ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 1,3 persen, sedangkan India diperkirakan tumbuh 7,0 persen.
Baca Juga
Meski tren PMI manufaktur Jepang masih di bawah 50, tapi cenderung membaik hingga April 2023. PMI manufaktur India juga tetap berada di zona ekspansi dengan tren yang meningkat.
Sebaliknya, meski pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat membaik pada kuartal I/2023, pertumbuhan ke depan diperkirakan semakin melambat sejalan dengan tingginya tingkat suku bunga acuan di negara itu guna mengendalikan inflasi.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, volume permintaan dan harga komoditas unggulan Indonesia pada April 2023 masih cenderung melemah.
Sementara itu, nilai impor pada April 2023 diperkirakan melemah menjadi sebesar US$18,6 miliar, turun -8,64 persen secara bulanan atau -5,98 persen secara tahunan.
“Sama halnya dengan ekspor, penurunan impor pada APril sebagian juga disumbangkan oleh faktor seasonal sehubungan dengan perayaan Idulfitri serta adanya front loading impor pada Maret untuk memenuhi permintaan yang meningkat pada bulan puasa dan Lebaran,” jelas Damhuri.
Dia menambahkan, ke depan, impor barang konsumsi masih berpotensi tumbuh lebih tinggi, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga sejalan dengan inflasi yang terjaga.
Di sisi lain, impor barang modal diperkirakan cenderung melambat karena perkiraan investasi yang melambat seiring dengan prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Demikian juga impor bahan baku dan penolong yang diperkirakan melambat karena melemahnya permintaan ekspor produk manufaktur Indonesia.