Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom melihat kondisi ekonomi Indonesia tetap resilien atau tangguh pada 2023, meski Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,8 persen untuk 2023.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan Indonesia akan tetap resilien dengan adanya pergeseran sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sektor eksternal ke domestik karena adanya pelemahan ekspor.
“Kegiatan ekspor terlihat melemah seiring dengan perlambatan ekonomi global, terutama di AS dan Uni Eropa, tetapi pembukaan kembali ekonomi China dapat mendukung permintaan eksternal sampai taraf tertentu,” ujarnya seperti dikutip Kamis (13/4/2023).
Selain itu, sumber pembentukan modal tetap bruto (PMTB) juga akan bergeser dari komoditas menjadi bangunan dan struktur.
Menurut Andry, saat ini konsumsi rumah tangga Indonesia telah membaik seiring dengan menurunnya tingkat inflasi. Covid-19 yang semakin terkendali dengan menurunnya defisit ke bawah 3 persen lebih cepat dari target akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk kembali ke kebijakan pro-pertumbuhan. Termasuk persiapan Pemilu 2024.
“Hal ini ditopang oleh peningkatan anggaran infrastruktur dalam APBN 2023, kelanjutan Proyek Strategis Nasional, proyek hilirisasi, dan pembangunan ibu kota negara baru,” katanya.
Baca Juga
Di sisi lain, IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap tumbuh mencapai 5 persen, lebih tinggi dari Malaysia 4,5 persen dan Thailand sebesar 2,6 persen.
Adapun, Direktur Eksekutif Core M. Faisal menyampaikan meski proyeksi untuk Indonesia positif dan terlihat resilien denagn mencatatkan surplus neraca dagang, tidak serta merta ekonomi Indonesia dikatakan sehat.
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya surplus yang cukup besar pada Februari 2023 senilai US$5,48 miliar, naik dari US$3,88 miliar pada Januari 2023, Faisal menilai surplus yang terjadi tergolong tidak sehat.
“Ternyata dari sisi ekspor impor, suprlus perdagangan terjadi karena didorong pelemahan impor daripada penguatan ekspornya,” paparnya.
Bahkan, impor yang tercatat pad Februari bukan lagi perlambatan, namun penurunan. Berdasarkan data BPS, nilai impor secara month to month (mtm) Februari 2023 sebesar US$15,92 miliar atau turun 13,68 persen dibanding Januari 2023 sebesar US$18,44 miliar.
“Kalau impor mengalami penurunan lebih tajam dibandingkan ekspor maka akan terjadi surplus yang lebih lebar, memang surplus bukan karena penguatan ekspor, ini surplus yang kurang sehat,” jelasnya.