Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resep IMF untuk Jinakkan Inflasi, Tight Money Policy oleh Menkeu!

IMF menyarankan para pengambil kebijakan fiskal untuk mengambil langkah tight money policy guna membantu bank sentral menjinakkan inflasi.
Logo The International Monetary Fund (IMF)./Reuters
Logo The International Monetary Fund (IMF)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) meminta para menteri keuangan sebagai pembuat kebijakan fiskal untuk menerapkan kebijakan fiskal ketat atau disebut juga dengan tight money policy guna membantu bank sentral meredam inflasi. 

Kebijakan fiskal ketat atau disebut juga dengan tight money policy adalah serangkaian langkah untuk mengatur belanja dan penerimaan dengan target mengurangi uang beredar. Langkah ini mulai dari menaikkan pajak hingga mengerem belanja pemerintah. Akibatnya, uang yang beredar di masyarakat berkurang dan ekonomi melambat yang diharapkan mengurangi inflasi. 

"Di tengah inflasi tinggi, pengetatan kondisi pembiayaan, dan peningkatan utang, para pembuat kebijakan harus memprioritaskan menjaga kebijakan fiskal konsisten dengan kebijakan bank sentral untuk mendorong stabilitas harga dan keuangan," kata IMF dalam catatan saat merilis Monitor Fiskal terbarunya dan dikutip dari Antara, Kamis (13/4/2023).

Dijelaskan, kebijakan fiskal ketat terutama untuk negara yang terus berada di jalur inflasi tinggi meski serangkaian kebijakan moneter oleh bank sentral telah dijalankan.

"Kebijakan fiskal yang lebih ketat akan memungkinkan bank sentral menaikkan suku bunga kurang dari yang seharusnya, yang akan membantu membatasi biaya-biaya pinjaman untuk pemerintah dan menjaga kerentanan keuangan," dalam catatan yang ditulis oleh ekonom IMF Francesca Caselli dan rekan-rekannya.

Meski demikian, para ekonom IMF itu menyadari rem mendadak perekonomian dari sisi fiskal memiliki dampak tidak terelakkan mendinginnya perekonomian.  Kondisi yang dapat berpotensi meningkatkan kemiskinan karena berkurangnya pekerjaan. Kebijakan itu diminta diiringi dengan program bantuan sosial.  

"Jaring pengaman yang ditargetkan lebih baik untuk melindungi rumah tangga yang paling rentan, termasuk mengatasi kerawanan pangan, sambil menahan pertumbuhan pengeluaran secara keseluruhan."

Menurut Fiscal Monitor IMF yang baru dirilis. Utang global tertinggi terjadi pada 2020 dimana hampir setara dengan 100 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Meski demikian, per 2022, utang ini menurun ke level 92 persen. 

"Mengurangi kerentanan utang dan membangun kembali penyangga fiskal dari waktu ke waktu merupakan prioritas utama," catat blog tersebut.

Utang menjadi momok di negara-negara berkembang berpendapatan rendah. Negara ini harus membayar biaya pinjaman yang lebih tinggi. Utang juga menyedot dana pembayar pajak. Bahkan 39 negara sudah berada dalam atau hampir mengalami gagal bayar.

"Memperhatikan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan yang sangat berat, kerja sama internasional penting untuk dilakukan guna membantu negara-negara ini menyelesaikan beban utang yang tidak berkelanjutan secara teratur dan tepat waktu." 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper