Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Klaim Impor Beras Tak Buat Harga Gabah Petani Anjlok

Kebijakan impor beras 2 juta ton sampai dengan akhir tahun ini diklaim tidak akan membuat anjlok harga gabah/beras petani
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengeklaim kebijakan impor beras tahun ini tidak akan mengganggu harga jual gabah atau beras petani. Pasalnya, realisasi impor dilakukan saat produksi benar-benar tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, saat ini fokus pemerintah tetap menyerap beras dalam negeri dan impor hanya untuk melengkapi kekurangan. Dia mengatakan, impor yang dilakukan pemerintah selalu dikaji secara terukur. Buktinya, kata Arief, impor sebanyak 500.000 ton pada akhir tahun tidak membuat anjlok harga jual gabah atau padi petani.

“Sekarang saya tanya apakah impor yang 500.00 ton yang dilakukan Bulog itu mengganggu harga gabah tau beras petani? Tidak sama sekali, artinya pemerintah melakuakn importasi yang terukur ya,” kata Arif kepada awak media di Kantor Bulog Kanwil Jakarta dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (6/4/2023).

Dia menepis jika ada anggapan pemerintah pro impor beras. Buktinya, kata Arief, izin impor yang sudah dikantongi Perum Bulog sebanyak 500.000 ton tidak langsung direalisasikan. Sebab, saat ini rata-rata petani seluruh Indonesia sedang musim panen raya.

“Izin impor sudah dikantongi oleh Bulog, tetapi Bulog ini mendatangkannya tidak langsung sekaligus, jadi kita ini musti juga berempati bahwa kondisi hari ini kan kita sedang panen,” ucapnya.

Menurut Arief, pemerintah pun menjamin harga gabah petani diserap dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang sudah ditentukan, yaitu Rp4.200 per kilogram (kg), naik menjadi Rp5.000 per kg, kemudian beras yang tadinya Rp8.300 naik menjadi Rp9.950.

“HPP itu jaring pengaman di bawah, jadi nanti kalau ada orang bilang oh harga di luar aja udah Rp10.000 Rp11.000 kok Bulog Rp9.900. Ini adalah namanya harga pemberian pemerintah, itu adalah floor price gitu. Jadi jangan salah pada saat harga di bawah pasti Bulog akan serap, itu jaminan dari pemerintah untuk memberikan kesejahteraan pada petani,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arief juga menjelaskan, Bulog berupaya terus menyerap beras dalam negeri, baik skema cadangan beras pemerintah (CBP) dengan harga Rp9.950 maupun lewat skema komersil atau harga pasar.

“Jadi tidak benar bahwa Bulog tidak bersaing dengan market, Bulog ini bersaing. Jadi ada beras komersial yang diserap tahun lalu pak Buwas mengonversi 182.000 ton beras komersial yang diserap untuk dijadikan CBP, jadi ini yang dilakukan Bulog. Hari ini dilakukan paralel dua-duanya, CBP dengan kesepakatan penggiling-penggiling padi yang teman-teman sudah lihat di Kemenko dan satu lagi beras komersial artinya speknya 15 persen minimal,” terang Arief.

Adapun, Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton pada 2023. Penugasan diberikan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Merujuk salinan surat yang ditandatangani Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, dari jumlah tersebut sebanyak 500.000 ton harus didatangkan secepatnya.

"Menindaklanjuti hasil rapat internal bersama Bapak Presiden tanggal 24 Maret 2023 dengan topik Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idul Fitri 1444 H, kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500.000 ton pertama agar dilaksanakan secepatnya," tulis salinan surat tersebut seperti dikutip Bisnis, Senin (27/3/2023).

Dalam dari salinan surat tersebut juga disebutkan tambahan pasokan beras tersebut dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP), bantuan beras kepada sekitar 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan kebutuhan lainnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper