Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Lagi-lagi Impor Beras, Pakar: Pemerintah Tak Punya Perencanaan

Rencana pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengimpor beras 2 juta ton hingga akhir tahun ini disebut menandakan pemerintah tidak memiliki perencanaan pangan
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman
Buruh melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar menyebut rencana impor beras oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebesar 2 juta ton tahun menandakan pemerintah tidak punya perencanaan pangan. Impor beras juga dinilai memang lebih menggiurkan dibanding menyejahterakan petani nasional.

Guru Besar IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan, impor beras yang baru-baru ini direncakan pemerintah telah menyakiti petani Indonesia. Sebab, petani tengah menikmati harga gabah atau beras yang lumayan menguntungkan setelah sekian lama banyak merugi.

Menurut Andreas, impor beras secara tidak langsung telah merusak psikologis petani, apalagi saat ini sedang masa panen raya.

“Petani kan sedang menikmati harga. Jangan menghancurkan semangat tani. Karena impor 2018, itu dampaknya signifikan [2,016 juta ton], mereka motivasinya berkurang sehingga produksi kan turun terus,” ucap Dwi Andreas kepada Bisnis, dikutip Selasa (28/3/2023).

Andreas juga mempertanyakan alasan dibalik impor beras tersebut untuk bantuan sosial (bansos) pada Maret-Mei tahun ini. Pasalnya, dia berujar, realisasi impor beras cukup memakan waktu, yakni sekitar 2-3 bulan.

“Sekarang katanya untuk bansos, gimana kalau bansos bulan ini, tapi barang impornya baru masuk 2,5 bulan lagi. Gimana logikanya? Ini tidak ada perencanaan sama sekali,” tutur pengajar yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Menurutnya, importasi yang sudah dilakukan Bulog pada Desember pun realisasinya terjadi padi pertengahan Februari lalu. Di samping itu, impor sebesar 500.000 ton itu tidak juga membuat harga beras turun.

“Yang harus dilakukan pemerintah sekarang mending lakukan rafaksi harga 10 persen atau Rp5.500 dari harga pembelian pemerintah [HPP] sebesar Rp5.000. Bukan kemudian dilakukan importasi beras di puncak panen raya,” ucapnya.

Mengomentari banyaknya penolakan penggilingan padi untuk menyuplai Bulog, Andreas pun meminta agar pemerintah untuk menaikkan HPP beras medium yang dibeli Bulog yang saat ini sebesar RP9.950 per kilogram (kg).

“Ya sudah mediumnya harus dinaikkan juga [HPP Bulog]. kalau enggak mau ya sudah, jelas saja impor menggiurkan. Harganya beras impor kan Rp7.400 per kg, ditambah biaya lain-lain hanya ditambah Rp2.300. Jadi hanya Rp9.000-an. Padahal beras premium Rp13.900. Untung Rp3.000,” ungkapnya.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Untuk 500.000 tahap awal, Bapanas meminta Bulog untuk mengimpor sesegera mungkin sebagai cadangan untuk bansos periode Maret-Mei.

Kepala Bapanas Prasetyo Adi menegaskan, pemerintah akan berupaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lewat berbagai skema, baik penyerapan dalam negeri maupun lewat pengadaan luar negeri (impor).

“Intinya pemerintah akan melakukan apapun untuk masyarakat, 270 juta penduduk Indonesia harus makan. Poinnya itu. Badan Pangan Nasional tentunya menyampaikan kondisi riil di lapangan,” ujar Arief saat disinggung realisasi impor beras di kawasan Depok, Senin (27/3/2023).

Menurutnya, Perum Bulog saat ini hanya memiliki sisa cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 227.000 ton. Padahal, pada Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras kepada kepada penerima manfaat sebanyak 300.000 ton.

Dalam surat Bapanas bernomor B2/TU.03.03/K/3/2023 tertanggal 24 Maret untuk penugasan impor tersebut, disebutkan tambahan pasokan beras tersebut dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP), bantuan beras kepada sekitar 21.353 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dan kebutuhan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper