Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Credit Suisse Bikin Investor Timur Tengah Ketar-ketir

Mengapa kasus bangkrutnya Credit Suisse bikin investor Timur Tengah ketar-ketir. Simak penjelasan berikut ini.
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss./Bloomberg.
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss./Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Investor Timur Tengah mulai ketar-ketir atau lebih berhati-hati dalam melakukan investasi baru di bank-bank global, pasca krisis Credit Suisse Group AG.

Sovereign Wealth Fund (SWF) dan investor lain di kawasan ini telah terpukul oleh gejolak pasar yang menghapus US$1 miliar dari saham Saudi National Bank di Credit Suisse, pemberi pinjaman Swiss tersebut.

"Kemungkinan [investor Timur Tengah] akan lebih berhati-hati dalam transaksi yang melibatkan perusahaan keuangan asing," kata para bankir dan pengacara yang memiliki pengetahuan tentang masalah ini dikutip dari Bloomberg, Jumat (24/3/2023).

Para bankir yang enggan disebutkan namanya tersebut menilai krisis Credit Suisse mempercepat peralihan ke sektor-sektor lain seperti perawatan kesehatan dan teknologi.

Kerugian terbaru pada Credit Suisse menjadi pengingat yang tajam dari serangkaian investasi yang dilakukan oleh para investor Teluk selama krisis keuangan tahun 2008, dimana banyak di antaranya berakhir dengan kerugian finansial atau gugatan hukum.

Dengan uang tunai yang melimpah setelah lonjakan harga minyak baru-baru ini, para investor Timur Tengah kembali menjajaki kesepakatan dengan para pemberi pinjaman asing.

Setiap perubahan dalam strategi tersebut akan menjadi pukulan bagi sektor keuangan global, yang berpotensi membuat institusi-institusi Barat kehilangan 'petrodolar' yang sangat dibutuhkan.

"Ada beberapa masalah warisan di Teluk seputar investasi dari krisis keuangan 2008 dan pengalaman Saudi National Bank dengan Credit Suisse akan membuat mereka lebih gugup menghadapi risiko selama masa yang sensitif ini," kata Ayham Kamel, kepala Timur Tengah dan Afrika Utara di konsultan risiko politik Eurasia Group.

Dia menambahkan situasi krisis yang terjadi di Credit Suisse mungkin juga menimbulkan beberapa pertanyaan bagi negara-negara Timur Tengah mengenai kemampuan mereka untuk mendorong rencana restrukturisasi di beberapa institusi.

Tinjau Ulang Portofolio

Pendukung jangka panjang Credit Suisse, Qatar Investment Authority (QIA), sedang meninjau kembali kepemilikan banknya dan menilai portofolio keseluruhannya di tengah meningkatnya risiko-risiko ekonomi global.

Informasi tersebut diungkapkan seorang pejabat senior di lembaga tersebut, yang tidak mau disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.

"QIA tidak memiliki rencana segera untuk mengurangi aset-aset perbankannya dan melihat gejolak pasar saat ini, sebagai sebuah kesempatan untuk menegosiasikan persyaratan dan menyusun investasi-investasi yang lebih baik," ujar pejabat tersebut.

QIA melihat nilai porsi kepemilikan di Credit Suisse ambruk pada minggu lalu. Ironisnya, QIA baru saja meningkatkan kepemilikannya dalam beberapa bulan terakhir.

Bank Swiss ini juga memasukkan konglomerat Saudi, Olayan Group, sebagai salah satu pemegang saham terbesarnya dengan kepemilikan sekitar 3 persen.

Dalam sebuah langkah lebih dari sekedar mengambil saham minoritas di perusahaan-perusahaan Wall Street, beberapa investor terbesar di Timur Tengah baru-baru ini mengeksplorasi bagaimana menggunakan "rejeki nomplok minyak" yang mereka dapatkan untuk memainkan peran yang lebih besar di sektor keuangan global melalui akuisisi.

First Abu Dhabi Bank PJSC telah mempertimbangkan potensi penawaran tunai untuk Standard Chartered Plc di kisaran US$30 miliar hingga US$35 miliar, seperti dilaporkan Bloomberg pada Februari 2023.

Namun, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah minat terhadap kemungkinan kesepakatan tersebut akan terpengaruh oleh gejolak yang terjadi baru-baru ini, kata orang-orang yang mengetahui masalah ini. Perwakilan FAB menolak berkomentar.

Sebelum bencana Credit Suisse, Arab Saudi telah menyusun sebuah rencana ambisius untuk memberikan Saudi National Bank, pemberi pinjaman terbesar di kerajaan ini, sebuah jejak global melalui akuisisi-akuisisi besar di luar negeri.

Investasinya di bank Swiss akhir tahun lalu dimaksudkan untuk memperkuat sektor keuangan negara ini dan meningkatkan statusnya sebagai kekuatan investasi global.

Sebaliknya, Chairman-nya Ammar Al Khudairy membantu memicu penurunan saham Credit Suisse terbesar dalam satu hari sejak krisis keuangan pada 15 Maret 2023.

Saat sesi wawancara dengan Bloomberg TV, dia ditanya apakah pemberi pinjaman akan terbuka untuk investasi lebih lanjut di bank tersebut jika ada permintaan tambahan likuiditas.

Ammar pun menjawab "sama sekali tidak".

Analis Citigroup Rahul Bajaj menilai meskipun hal ini tidak mengesampingkan Saudi National Bank untuk melakukan transaksi-transaksi lain setelah Credit Suisse diakuisisi, dia berharap dengan pengalaman dengan Credit Suisse, akan ada kehati-hatian yang lebih besar dalam transaksi-transaksi di masa depan.


Reputasi Rusak

Para investor regional khawatir akan kerusakan reputasi dari transaksi yang memburuk, serta potensi kerugian finansial yang terkait dengan investasi mereka, kata para bankir yang enggan disebutkan namanya.

Sebagian dari kehati-hatian para investor berasal dari investasi-investasi besar di tahun-tahun sebelumnya, yang beberapa di antaranya telah memburuk.

Para investor Timur Tengah yang berkantong tebal telah mendukung bank-bank global seperti Credit Suisse selama bertahun-tahun, tetapi belum melihat keuntungan besar yang telah diraup oleh para investor lain.

Investasi Mitsubishi UFJ sebesar US$9 miliar di Morgan Stanley selama krisis keuangan telah menghasilkan keuntungan lebih dari US$25 miliar.

Sementara itu, Warren Buffett melipatgandakan lebih dari tiga kali lipat dari US$5 miliar yang dia tanamkan di Bank of America Corp. untuk menopang kepercayaan terhadap bank tersebut pada tahun 2012.

Selama krisis keuangan, pemerintah di Abu Dhabi, Qatar dan Kuwait menanamkan dana sekitar US$69 miliar ke perusahaan-perusahaan seperti Barclays Plc, Merrill Lynch dan Citigroup Inc.

"Sejak saat itu, hubungan mereka menjadi rumit," ujar Javier Capapé, direktur riset kekayaan negara di IE University, merujuk pada beberapa perselisihan hukum dan pertarungan di pengadilan yang muncul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper