Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan belanja konsumen China secara tak terduga melambat pada April 2024 di tengah produksi industri yang meningkat. Hal ini menunjukkan ketimpangan pemulihan ekonomi di negara terbesar kedua di dunia tersebut.
Biro Statistik Nasional (NBS) menyatakan penjualan ritel meningkat 2,3%. Angka tersebut turun dari 3,1% pada Maret, dan lebih buruk dari prediksi para ekonom dalam survei Bloomberg sebesar 3,7%. Adapun, output industri naik 6,7% pada April dibandingkan tahun lalu, lebih cepat dari perkiraan median sebesar 5,5%.
Sektor manufaktur China yang didorong oleh ekspor telah menggerakkan perekonomian negara itu pada tahun ini, seiring dengan krisis perumahan yang terus membebani permintaan domestik. Ekspor kembali tumbuh pada April dan aktivitas pabrik meningkat untuk bulan kedua. Namun harga konsumen tetap lesu, dan kredit menyusut untuk pertama kalinya sejak 2005.
Pertumbuhan investasi aset tetap sebesar 4,2% dalam empat bulan pertama tahun ini, lebih lemah dari perkiraan kenaikan sebesar 4,6%. Investasi dalam pengembangan properti turun 9,8%, memburuk dibandingkan kuartal pertama.
Tingkat pengangguran perkotaan tercatat sebesar 5%, turun dari 5,2% pada akhir Maret.
"Secara keseluruhan perekonomian beroperasi dengan stabil pada April. Penggerak pertumbuhan baru mempertahankan pertumbuhan yang cepat dan perekonomian terus mengalami pemulihan dan tren perbaikan," kata NBS dalam sebuah pernyataan yang menyertai rilis tersebut, dikutip dari Bloomberg, Jumat (17/5/2024).
Baca Juga
Biro tersebut menyebutkan kondisi eksternal yang semakin kompleks, suram dan tidak pasti sebagai salah satu tantangan ke depan dan menyerukan penerapan dini kebijakan makroekonomi yang ada.
Sementara itu, pertumbuhan konsumsi yang lesu dapat menambah urgensi rencana Beijing untuk mendorong aktivitas perusahaan dan rumah tangga. Subsidi sederhana mulai diberikan pada akhir bulan lalu di berbagai kota, termasuk untuk membantu mendanai pembelian mobil.
"Program ini dapat membantu memacu permintaan konsumen meskipun kemungkinan akan memerlukan lebih banyak dukungan finansial," tulis ekonom HSBC Holdings Plc termasuk Jing Liu dalam sebuah catatan.
Penjualan mobil merupakan salah satu hambatan terbesar terhadap belanja negara, turun 5,6% dari tahun sebelumnya, yang merupakan penurunan terdalam dalam lebih dari setahun. Produsen mobil China terlibat dalam perang harga yang mungkin mendorong konsumen menunda pembelian.
Penjualan pakaian, sepatu, topi, dan tekstil turun 2% dibandingkan tahun sebelumnya, yang merupakan kontraksi pertama sejak akhir 2022.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden Xi Jinping telah mengisyaratkan akan adanya lebih banyak dukungan. Beijing akan mulai menjual obligasi negara khusus senilai 1 triliun yuan ($138 miliar), yang dapat mendanai belanja infrastruktur yang penting bagi pertumbuhan. Hal ini mendorong ekspektasi pelonggaran moneter untuk membantu bank membeli obligasi tersebut.
China juga mempertimbangkan rencana pemerintah daerah untuk mengambil jutaan rumah yang tidak terjual. Para pemimpin terkemuka sebelumnya mengisyaratkan lebih banyak stimulus untuk sektor properti, dan berjanji untuk mempelajari langkah-langkah untuk mengurangi persediaan.
Risiko lain masih tetap ada. Fokus Partai Komunis dalam meningkatkan sektor energi ramah lingkungan di China telah memicu ketegangan di luar negeri, dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa mengeluhkan banyaknya barang-barang murah yang mengancam lapangan kerja di pasar domestik mereka.