Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri ESDM Bongkar Alasan Banyak Kilang LPG Setop Beroperasi

Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan alasan banyak kilang LPG yang setop beroperasi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat pada Jumat (9/9/2022)./Bisnis-Ni Luh Anggela
Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat pada Jumat (9/9/2022)./Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan kapasitas kilang liquefied petroleum gas (LPG) domestik setiap tahunnya mengalami penyusutan. Penurunan kapasitas pengolahan gas cair itu disebabkan karena berhentinya investasi serta operasi sejumlah kilang besar selama lima tahun terakhir.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan berhentinya operasi sejumlah kilang itu disebabkan karena pasokan bahan baku gas khusus untuk pengolahan LPG seperti propana (C3) dan butana (C4) relatif terbatas di Indonesia. Padahal cadangan gas dalam negeri terbilang melimpah saat ini.

"Sejauh ini kita belum ketemu sumber gas baru yang ada hidrokarbon beratnya, tapi kita lihat nanti apakah di lapangan baru ada apa enggak, kalau yang buru-buru keluar kan Train-3 [Tangguh], kalau yang di Jawa Timur masih lean gas,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (17/3/2023). 

Berdasarkan laporan Kinerja 2022 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), kapasitas pengolahan kilang LPG di Indonesia pada tahun lalu mencapai sebesar 3,78 juta ton per tahun.

Torehan itu mengalami penurunan dari posisi tahun 2020 dan 2019 yang masing-masing mencatatkan capaian pengolahan sebesar 3,88 juta ton dan 4,74 juta ton.

Sementara, target produksi LPG sepanjang 2020 hingga 2024 dipatok di angka konservatif sebesar 1,97 juta ton setiap tahunnya.

Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, penurunan kapasitas pengolahan dan produksi LPG itu disebabkan karena berhentinya operasi kilang milik PT Yudistira Energi pada April 2021.

Perusahaan pengolahan itu diketahui tidak melakukan perpanjangan izin usaha karena tidak mendapat kepastian pasokan bahan baku gas bumi dari hulu.

Selain itu, Kementerian ESDM juga baru menerima laporan ihwal berhentinya operasi Kilang LPG Pertamina Mundu sejak Mei 2016 lalu karena alasan yang sama. Laporan itu baru diterima kementerian pada 2021.

“Makanya kita harus cari yang lain alternatifnya untuk LPG, entah jargas, DME yang kita harapkan bisa jalan karena ini pakai kandungan lokal penuh kan kebanyakan,” kata dia.

Berdasarkan penelitian Kementerian ESDM, minimnya pasokan bahan baku itu juga  disebabkan karena adanya pengaliran gas dari Kontraktor Kerja Sama Migas (KKKS) kepada PT PGN, PT Petrokimia Gresik dan perusahaan lainnya.

Adapun aliran gas itu belakangan diketahui masih mengandung propana dan butana yang dapat diolah menjadi LPG.

Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) sempat melaporkan nilai impor LPG pada semester I/2022 mencapai di level US$3,12 miliar. Adapun realisasi volume impor sepanjang Januari hingga Juli 2022 sebesar 3,9 juta ton.

“Dibandingkan dengan Januari-Juli 2021 nilai impor LPG naik 49,64 persen secara volume meningkat 4,92 persen,” kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Setianto saat konferensi pers, Senin (15/8/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper