Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Impor, Asosiasi Sebut Serapan Tekstil Mayoritas Masih Domestik

Dar seluruh nilai produksi tekstil, asosiasi mengklaim 61 persen masih mengandalkan pasar domestik. Impor tekstil terlebih pakaian bekas ilegal pun menjegal.
Pakaian bekas/Ilustrasi
Pakaian bekas/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengklaim dari total nilai produksi tekstil sebesar US$33 miliar, ekspor menyerap US$13 miliar, sisanya merupakan pasar domestik.

Hal ini diutarakan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta. Bahkan dia menilai banyak pihak salah paham terkait struktur pasar tekstil yang selama ini dianggap sangat menggantungkan ekspor.

Pada kenyataannya, pasar domestik masih andalan paling besar. Hanya saja, belakangan pasar domestik terganggu akibat derasnya impor, ditambah dengan masuknya barang ilegal berupa pakaian bekas. 

Nilai itu berasal dari rantai produksi hulu hingga ke hilir. “Ini yang salah sih, mereka selalu ngomong ekspor,  padahal kalau lihat dari peta produksi itu, per tahun kan sekitar US$33 miliar, ekspor itu cuma US$13,” kata Redma saat dihubungi Bisnis pada Senin (6/3/2023).

Menurutnya, dengan jumlah tersebut, artinya sebanyak US$20 produk tekstil atau sekitar 60,61 persen dari total produksi industri tekstil nasional per tahunnya justru di pasar domestik. 

Sementara produk tekstil yang dipasarkan ke pasar global hanya menempati 39,39 persen dari total produksi industri tekstil nasional per tahunnya.

Redma juga menyayangkan anggapan yang beredar jika industri tekstil Indonesia lebih besar mengekspor produknya daripada mengalokasikan penjualan di pasar dalam negeri, sehingga gelombang PHK hanya disebabkan oleh penurunan permintaan dari luar negeri.

Meskipun penurunan permintaan ekspor menjadi penyebab pertama dari lesunya industri tekstil, tetapi menurutnya, pemerintah juga harus membuka mata untuk memfasilitasi pasar domestik untuk produk industri dalam negeri. 

“Memang betul produk impor itu penuhi pasar domestik. Jadinya pas kuartal III sampai kuartal IV tahun kemarin kita kan bilang sama pemerintah kita kan banyak PHK, sampai sekarang masih berlanjut,” tambah Redma.

Namun, lanjut Redma, respon pemerintah dalam menangani hal ini justru mengarahkan pihaknya untuk mengalihkan ekspor ke negara-negara lain yang memiliki kondisi perekonomian lebih stabil.

“Pemerintah selalu ngomong ekspornya pindah,  penetrasi pasar, promosi, ya gimana caranya orang market-nya lagi jelek di sana,” kata Redma.

Menurutnya, imbas pasar Amerika dan Eropa yang melemah akibat ketidakstabilan geopolitik ini tidak hanya industri tekstil Indonesia yang merana, tetapi juga industri tekstil di negara lain seperti China, Bangladesh, Vietnam, juga India.

Seperti diberitakan Bisnis.com sebelumnya, menyitat hasil investigasi Reuters, Indonesia ternyata merupakan surga bagi impor pakaian dan sepatu bekas. Mayoritas produk pakaian dan sepatu bekas itu berasal dari Singapura.

Penasehat kebijakan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) Dharmesh Shah menyebut, besarnya pasar pakaian bekas impor ini lantaran Indonesia tidak memiliki aturan yang ketat untuk hal ini. "Aliran pakaian bekas yang murah dan tidak diatur," kata Dharmesh dikutip dari Reuters pada Selasa (28/2/2023).

Menurutnya, barang bekas diimpor dari berbagai negara terutama Singapura ini sebenarnya memiliki persentase dapat digunakan kembali yang sangat kecil, sehingga akan menambah masalah sampah di negara tujuan.

Terlebih, saat diwawancarai oleh Reuters, dua orang pedagang yang menjajakan dagangannya di pasar barang bekas Batam menyebutkan, pedagang biasanya membeli barang dalam karung, tanpa mengetahui pasti isi karung tersebut. Dengan demikian, tak jarang pedagang membuang lebih dari setengah isi karung yang mereka beli, lantaran tak layak jual.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper