Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pabrik Tekstil Lokal Tidak Menikmati Berkah Ramadan

Produk tekstil impor membuat pabrik lokal sulit ikut mengisi permintaan pasar domestik.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan produk tekstil dari pasar domestik naik sejak awal Januari 2023, seiring dengan bulan Ramadan yang semakin dekat. Akan tetapi hal itu tidak diikuti dengan volume produksi pabrikan lokal. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta menyebutkan, pelaku usaha industri tekstil tak berkontribusi cukup besar dalam mengisi pasar di dalam negeri, terutama akibat banjirnya produk impor saat ini.

“Pasar domestiknya besar, konsumsinya meningkat, pesanan meningkat, tapi siapa yang mengisi? Itukan perlu dipertanyakan juga,” kata Redma saat dihubungi Bisnis pada Senin (6/3/2023).

Redma menyebut, pihaknya angkat bendera putih jika pemerintah tidak serius menangani produk-produk impor ilegal di Indonesia, lantaran membuat industri tekstil dalam negeri tidak bisa berkembang di pasar sendiri.

Menurutnya, dalam hal ini Indonesia masih sangat lemah dari segi aturan, sehingga produk-produk luar negeri bisa dengan mudahnya menguasai pasar dalam negeri Indonesia. 

“Kalau di kita kan yang legal gampang yang ilegal juga banyak, gitu jadi bener-bener open gitu pasar kita itu,” tambahnya.

Di Indonesia, aturan importasi tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Sementara, kebijakan mengenai barang yang dilarang impor tertuang dalam Permendag Nomor 40 tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Lalu berdasarkan Permendag Nomor 36 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Eksportir dan Importir, eksportir atau importir yang tidak menaati peraturan ekspor atau impor dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penangguhan perizinan, pembekuan perizinan atau pencabutan perizinan.

Menurut Redma, meskipun Indonesia memiliki pasar tekstil yang besar dengan konsumsi sekitar 2 juta ton per tahunnya, namun jika pasar lokal dikuasai oleh produk lokal, industri tekstil hanya bisa menggigit jari.

“Jadi meskipun pasar kita bagus, kita nggak bisa nikmatin pasar kita sendiri. Karena memang kondisinya yang jelek gitu, dari sisi aturan maupun dari sisi pelaksanaan di lapangan, makannya juga banyak oknum yang terlibat disitu yang membuat pasar kita dibanjiri barang impor,” pungkas Redma.

Sebelumnya, Direktur Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan menyebutkan, meskipun industri tekstil dan pakaian jadi termasuk subsektor industri manufaktur yang menjajaki level kontraksi dalam indeks kepercayaan industri (IKI) bulan Februari tahun ini.

Namun Adie menyebut industri tekstil telah dibanjiri pesanan dari dalam negeri sehingga secara data menurutnya pesanan domestik sedang bertumbuh. Namun dinilai kontraksi lantaran pasar ekspornya belum pulih.

Meskipun Adie tidak menjelaskan data yang dimaksudnya bersamaan dengan penjelasan tersebut.

Hal ini juga sebelumnya diutarakan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif pada saat industri tekstil menapaki level kontraksi dalam IKI bulan Januari ini. Menurutnya, pesanan domestik sedang dalam pertumbuhan menjelang Ramadan.

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, industri tekstil tanah air sejak kuartal II dan kuartal III/2022 lalu mengalami penurunan pesanan dari luar negeri yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja di sejumlah pabrik atau garment.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyebutkan pada pertengahan November 2022 lalu, angka pengurangan tenaga kerja di industri garmen lebih dari 79.316 orang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Widya Islamiati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper