Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi sepanjang 2022 sebesar 9,34 persen.
Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio menyebutkan, dalam kenaikan ini, pemerintah tidak perlu berbangga dengan hasil perbaikan untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT), lantaran perbaikan tersebut menurutnya belum cukup masif.
“Pemerintah juga masih perlu berhati-hati, jangan sampai industri TPT yang tumbuh tinggi ini, diterjemahkan karena adanya perbaikan yang cukup masif,” tutur Andry saat dihubungi Bisnis pada Rabu (8/2/2023).
Menurut Andry, pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi yang dirilis BPS sebesar 9,34 persen dapat terjadi lantaran tahun sebelumnya masih dalam situasi pandemi Covid-19 yang membuat industri ini tidak bertumbuh optimal.
“Kita lihat memang cenderung kinerja hingga 9,34 persen ini dikarenakan low base effect yang terjadi ketika tahun 2021, di mana pada tahun 2021 kinerja industri ini kan masih negatif ya,” jelas Andry.
Andry mengungkapkan pemerintah memang melakukan berbagai cara untuk memulihkan perekonomian nasional pasca pandemi Covid-19. Tetapi, menurutnya, perbaikan yang dilakukan pemerintah ini belum mengantarkan industri TPT pada kondisi pasca pandemi yang seharusnya.
Baca Juga
Terlebih, kata Andry, masih ada sederet masalah mengenai melemahnya permintaan ekspor akibat ketidakstabilan kondisi geopolitik, juga pemerintah yang belum berhasil meredam produk luar negeri yang masih membanjiri pasar domestik.
“Perbaikan kinerja ada, tetapi menurut saya ini masih dalam tahap belum kembali seperti apa pasca covid gitu, karena permintaan khususnya permintaan ekspor masif menurun dan juga gelombang produk impor yang cukup masif dari luar yang masuk ke dalam pasar Indonesia gitu,” tambahnya.
Di sisi lain, selama kuartal terakhir tahun lalu, industri TPT justru rontok. Tercatat, berdasarkan informasi dari Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB), sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan PHK dari 124 perusahaan.