Bisnis.com, JAKARTA - Pergantian tahun belum memberikan prospek cerah bagi industri tekstil. Pelaku industri menilai pada 2023, justru kinerja industri berpotensi lebih kelam.
Pasalnya, terdapat imbas dari inflasi tinggi yang membekap pasar tujuan ekspor seperti Amerika dan Eropa. Selain itu, rantai pasok global pun masih terganggu akibat perang Rusia dan Ukraina.
“Kinerja tahun 2023 dibayangi oleh inflasi di benua Eropa dan Amerika Serikat, yang masih tinggi dan juga suku bunga yang tinggi. Tumpuan Industri Tekstil dan Produk Tekstil atau TPT pada tahun 2023 adalah market dalam negeri,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja saat dihubungi Bisnis pada Senin (16/1/2023).
Kondisi ini, menurut Jemmy telah terjadi sejak memasuki kuartal IV/2022 lalu. Padahal, jelasnya, pada kurun waktu awal tahun lalu, kinerja TPT masih tumbuh sesuai perkiraan.
Dia memperkirakan realisasi kinerja pada kuartal IV/2022 tidak terselamatkan. “[Padahal] Q 1 dan 2 tahun 2022 masih sangat baik,” tambah Jemmy.
Senada dengan Jemmy, Sekertaris Jenderal API Rizal Rahman juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya pertumbuhan industri tekstil pada tahun 2023 ini diperkirakan tidak akan moncer.
Baca Juga
“Menurut saya 2023 tahun tidak mudah, pertumbuhan mungkin tidak akan terlalu bagus,” kata Rizal pada Kamis (19/1/2023).
Rizal mengungkapkan rapuhnya pasar ekspor tidak bisa secepat kilat digantikan dengan permintaan domestik. “Pasar ekspor turun, pasar domestik tidak dikuasai,” tambahnya.
Padahal, menurutnya, jika bisa dikuasai, pasar domestik bisa menjadi pasar yang menjanjikan bagi produk dalam negeri.
“Pasar domestik sangat menjanjikan jika bisa diproteksi dari barang impor dan diisi oleh produk-produk dalam negeri, ” tuturnya.
Meskipun, domestik belum bisa menutupi persentase pasar ekspor dalam industri ini, tetapi setidaknya dapat menjadi buffer stock untuk ketahanan ekonomi nasional pada 2023 ini.
“Fundamental industri dalam negeri lebih kokoh jika pasar domestik dikuasai,” pungkasnya.
Krisis industri tekstil praktis dirasakan pelaku industri pada kuartal III/2022. Hal itu ditandai dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Dari sisi statistik, hingga kuartal III/2022, industri TPT masih mencerminkan geliat ekspor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor tekstil Indonesia pada Januari-September 2022,sebesar US$10,23 miliar pada Januari-September 2022. Angka ini masih lebih tinggi 17,48 persen dibandingkan pada periode 2021 yang masih dihantui pandemi Covid-19.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga kontan (ADHK) industri TPT sebesar Rp34,51 triliun pada kuartal I/2022, meningkat 12,45 persen yoy.
Lalu, pada kuartal II/2022, PDB ADHK industri ini dilaporkan kembali melejit jadi sebesar Rp35,17 triliun, meningkat 13,74 persen yoy.
Hingga pada kuartal III/2022, tumbuh positif 8,09 persen (year on year/yoy) pada kuartal III/2022, dan sentuh angka Rp34,85 triliun.