Bisnis.com, JAKARTA - Industri tekstil menjadi satu di antara enam subsektor industri manufaktur yang mengalami kontraksi dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Februari ini, hal ini dicemaskan akan berlanjut sepanjang 2023.
Direktur Industri, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan menyebut, industri tekstil masih akan terdampak oleh ketidakpastian pertumbuhan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor.
“Kita cemaskan karena berdasarkan beberapa analisa, di negara-negara tujuan ekspor kita ini di 2023 diprediksi masih juga belum begitu bagus gitu ya,” kata Adie dalam rilis IKI Kemenperin di Jakarta pada Selasa (28/2/2023).
Menurut Adie, sepanjang belum ada kepastian mengenai usainya konflik antara Rusia dan Ukraina, inflasi yang akan berdampak pada harga pangan dan energi global masih akan terus mendera, dan industri tekstil termasuk salah satu industri yang terimbas hal ini.
“Nah hal tersebutlah yang tentu menyebabkan adanya penundaan pesanan,“ tambah Adie.
Terlebih menurut Adie, industri tekstil merupakan industri yang sangat bergantung pada pasar internasional.
Baca Juga
Meskipun, sambung Adie, pihaknya mencatatkan adanya pertumbuhan pesanan industri tekstil. Hal ini lantaran menurut Adie, mulai ada upaya perbaikan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat, Eropa hingga China.
Dengan demikian, pesanan internasional pun mulai kembali bertumbuh perlahan.
Namun, hal tersebut menurut Adie tak bisa dianggap sebagai suatu kemajuan berarti bagi industri tekstil lantaran bayang-bayang stagflasi dan resflasi masih menghantui.
Terlebih, meskipun Adie menyebutkan pesanan domestik bagi industri ini sudah dinilai sangat baik, namun pelaku industri tak sepenuhnya mengakui hal itu.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta, menurutnya masih ada barang impor ilegal yang mempengaruhi permintaan dalam negeri bagi industri tekstil.
“Memang permintaan terhadap produk lokal di pasar domestik mulai bergerak, [namun] masih banyak yang ragu pemerintah bisa serius mengendalikan impor khususnya impor ilegal,” kata Redma pada Bisnis baru-baru ini.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, industri tekstil dan pakaian jadi mengalami penurunan pemesanan dari luar negeri lantaran ketidakstabilan geopolitik.
Hal ini kemudian berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri ini sepanjang 2022 dan diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun ini.