Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM Minta CBL Segera Bangun Pabrik HPAL Akhir Tahun Ini

Pabrik HPAL dari CBL mampu menyerap 6–7 juta ton bijih nikel kadar rendah.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta rekanan baterai setrum IBC, konsorsium PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL) untuk memulai konstruksi pabrik pengolah nikel menjadi High Pressure Acid Leaching (HPAL) akhir tahun ini.

Rencanannya pabrik yang dapat menampung pasokan 6 hingga 7 juta ton bijih nikel kadar rendah atau limonit setiap tahunnya itu bakal dibangun di atas lahan milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam yang terletak di Pulau Obi, Maluku Utara.

“Akhir tahun ini saya kira kalau feasibility study [FS]-nya selesai sudah mulai garuk-garuk tanah,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3/2023). 

Agus menuturkan IBC bersama rekanan mereka, konsorsium CBL tengah berunding soal kepemilikan saham serta operasi bisnis pabrikan pemurnian itu lewat penyelesaian FS bersama. 

Dia berharap penyelesaian FS itu dapat segera dilakukan dalam waktu dekat untuk mempercepat pembangunan pabrik sesuai dengan lini masa yang ditetapkan akhir tahun ini. Selanjutnya, IBC dapat memulai pembangunan pabrik lanjutan untuk mengolah turunan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) seperti nikel sulfat dan kobalt di sekitar tahun yang sama.

“Kalau mereka buat tahun ini, operasinya meleset 2026 paling lambat,” kata dia. 

Seperti diketahui, konsorsium CBL baru saja menandatangani conditional share purchase agreement (CSPA) dengan Antam pada 16 Januari 2023 lalu. Perjanjian itu berisi komitmen konsorsium untuk memulai pembangunan pabrik lebih hilir dari pengolahan bijih nikel hingga materi baterai kendaraan listrik.

“Jadi setelah ditandatangani ini mereka berkomitmen dalam empat tahun sudah melakukan hilirisasi sampai ke baterai,“ kata Direktur Utama PT IBC Toto Nugroho saat rapat panitia kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (15/2/2023) 

Konsorsium CBL yang mengerjakan Proyek Dragon itu sudah berkomitmen untuk menggarkan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun, kurs Rp15.349. 

Saat ini, Konsorsium CBL tengah menyusun studi kelayakan bersama dengan IBC berkaitan dengan hilirisasi nikel lanjutan di sisi pemurnian, prekursor, katoda, sel baterai hingga tahap daur ulang. 

“CATL adalah perusahaan baterai kendaraan listrik terbesar di dunia, dia menggunakan nikel kita sampai ini juga sudah digunakan untuk mendukung seluruh konsumen mereka termasuk Tesla, BMW, Audi, GM dan Ford,” kata dia.

Adapun pengembangan industri baterai kendaraan listrik yang dikembangkan IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun depan. Antam baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.

Adapun dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik. 

Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024. 

Berdasarkan hitung-hitungan IBC, permintaan baterai kendaraan listrik di dalam negeri akan mencapai 59,1 Giga Watt hour (GWh) pada 2035 mendatang. Permintaan itu berasal dari segmen roda empat sebesar 38,2 GWh dengan asumsi 300.000 hingga 400.000 mobil listrik, roda dua sebesar 14,2 GWh dengan pengguna motor listrik 3,2 juta hingga 3,8 juta serta 3,5 GWh diperuntukan pada sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS). 

Sisanya 3,2 GWh akan dialihkan untuk pasar ekspor di kawasan Asia Tenggara pada 2035 mendatang. Indonesia ditargetkan dapat menjadi dua pemasok teratas untuk baterai dan kendaraan listrik yang mencakup 35 persen pangsa pasar negara-negara di kawasan ASEAN saat itu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper