Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mematangkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) berkolaborasi dengan Jepang untuk mempercepat proyek transisi energi di Indonesia.
PLN telah mengajukan program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan diimbangi pemasangan kapasitas baru pembangkit energi baru terbarukan (EBT) ke dalam sistem kelistrikan nasional.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menerangkan, perseroan telah menunda 14,2 gigawatt (GW) PLTU baru yang semestinya masuk ke sistem sembari dialihkan dengan pembangkit berbasis EBT dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
"Melalui berbagai upaya yang sudah dan akan kami lakukan, kami menargetkan penurunan emisi hingga 9,8 juta ton CO2 pada tahun 2030 mendatang," kata Darmawan dalam lawatannya ke Jepang seperti dikutip dari siaran pers, Senin (6/3/2023).
Darmawan juga menjelaskan upaya penurunan emisi yang dilakukan PLN hari ini adalah melalui teknologi co-firing di 52 PLTU milik PLN. Hingga 2025 mendatang, PLN membutuhkan hingga 10,2 juta ton biomassa untuk bisa memenuhi kebutuhan co-firing.
PLN juga akan mengembangkan pembangkit EBT dan akan mendominasi bauran energi hingga 52 persen. PLN berencana membangun 10,4 GW pembangkit listrik tenaga air (PLTA), 3,4 GW pembangkit listrik panas bumi, dan 4,7 GW solar PV.
Baca Juga
"Ini membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan membutuhkan kolaborasi bersama dengan global. Sebab, upaya pengurangan emisi yang kami lakukan ini berdampak langsung pada pengurangan emisi di Jepang, Eropa bahkan Amerika," kata dia.
Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gigih Udi Atmo yang juga menjadi perwakilan dari JETP Secretary mengatakan, PLN membutuhkan dukungan pendanaan dan kerja sama program untuk bisa memaksimalkan pengurangan emisi karbon.
PLN membutuhkan investasi yang besar untuk bisa menjalankan program transisi energi ini. Untuk itu, melalui inisiasi dari negara G20 terbentuklah JETP Secretary yang berada di bawah Kementerian ESDM. Melalui gugus tugas JETP ini, baik pemerintah Indonesia, PLN dan juga negara G20, khususnya Jepang akan memetakan proyek dan kebutuhan investasi dalam pengurangan emisi karbon.
"Kami akan menyelesaikan rencana investasi yang sangat komprehensif pada Agustus tahun ini. Kami dan PLN akan mengidentifikasikan proyek potensial untuk transisi energi ini," kata Gigih.
Gigih juga menilai, dalam memilih pembiayaan nantinya lewat mekanisme JETP dan Energy Transition Mechanism (ETM) pemerintah dan juga PLN akan mengutamakan pembiayaan yang murah.
Dukungan pihak global dalam menyediakan pembiayaan yang murah ataupun memperluas porsi hibah menjadi jalan tengah dalam menyukseskan agenda transisi energi ini.
"Tentu saja dengan pengembalian investasi yang menjanjikan dan juga keterjangkauan biaya yang membutuhkan dukungan nyata dari pihak global," tegas Gigih.
Deputy Commissioner for International Affairs Ministry of Economy, Trade and Industry Jepang Izuru Kobayashi pun tak menampik tantangan besar Indonesia dan PLN dalam menjalankan proyek transisi energi ini. Kobayashi mengajak seluruh pihak untuk bisa mendukung transisi energi di Indonesia.
"Langkah awal yang dilakukan Jepang dalam membantu Indonesia dalam menyelesaikan proyek transisi energi diharapkan bisa diikuti oleh langkah pihak lain sebagai upaya bersama mencapai target NZE," kata Kobayashi.