Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) optimistis pusat perbelanjaan atau mal di pusat Jakarta tidak akan lagi banyak yang sepi. Hal ini lantaran ruang ritel jenis strata title cukup jarang ditemukan.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey mengatakan, dari ratusan ritel di seluruh Indonesia, mal strata yang menerapkan konsep ruang ritel milik pribadi bukan sewa, hanya ada kurang dari 10 persen di Tanah Air.
"Mal strata itu dari 326 mal di seluruh Indonesia yang strata itu lebih kurang nggak sampai 10 persen, yang lain semuanya 90 persen lease [penyewaan ruang] mal," kata Roy, dikutip Minggu (12/2/2023).
Adapun, mal strata menawarkan ruang ritel yang dapat dibeli dengan hak kepemilikan sendiri, sedangkan lease mal menerapkan konsep penyewaan ruang ritel.
Roy mencontohkan, Senayan City, Kota Kasablanka Mall, Mall Serpong merupakan contoh lease mal. Sementara itu, Mal Blok M, Ratu Plaza, Plaza Semanggi, hingga Poins Square merupakan strata mal.
Fenomena sepinya sejumlah mal di Jakarta, menurut Roy, terjadi pada mal berkonsep strata. Selain itu, pengelola mal disebut terlambat untuk mengubah strategi sementara zaman dan perilaku konsumen berubah.
Baca Juga
"Zaman itu berubah, perilaku konsumen itu berubah, setelah PPKM diangkat, tapi pengelola nggak ubah model dan caranya [operasional]," ujarnya.
Roy kembali mencontohkan Ratu Plaza yang memiliki akses mudah dijangkau karena dekat dengan MRT Istora Mandiri. Saat ini, tenant di mal tersebut kebanyakan merupakan penjual elektronik. Di sisi lain, elektronik lebih ramai dan dikenal masyarakat di wilayah Glodok City atau Mangga Dua.
"Kemudian elektronik sekarang lebih mudah beli dari online, mereka mestinya sudah mengbah Ratu Plaza itu, jangan jadi mal elektronik lagi," jelasnya.
Dia menyarankan pusat perbelanjaan untuk lebih banyak mengadakan tenant makanan dan minuman. Adapun, dia melihat ada pergeseran cara belanja dari sisi konsumen yang lebih menekankan konsep leisure. Artinya, pengunjung lebih memiliki makan dan minum sebelum berkeliling belanja.
"Sebelum tahun 2000 itu, orang belanja dulu baru makan minum, tapi setelah tahun 2015 ke atas sampai sekarang, orang makan minum dulu baru interest belanja," terangnya.
Jika mal tidak menghadirkan ritel makanan dan minuman yang memadai, mal tersebut akan kesulitan untuk menarik pengunjung. Terlebih, mal tersebut akan kalah saing dengan mal-mal yang memiliki tenant eksentrik.
Roy tak menampik mal strata yang kehilangan pengunjung, sebab hal tersebut kembali lagi pada keberlanjutan bisnis penyewa. Jika penyewa belum dapat membuka kembali bisnis, kondisi tersebut mau tak mau berdampak pada kunjungan mal strata.
"Kalau lease mal dia [tenant] nggak buka, langsung cari ganti. Makanya, lease mal itu nggak ada yang gak boleh buka [ruang ritel]. Kalau dia [tenant] nggak buka, ya sudah keluar saja tapi ada penalti kalau lease, sesuai kesepakatan," tandasnya.