Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih meninjau ulang rencana moratorium ekspor konsentrat tembaga yang sedianya dilakukan pada Juni tahun ini.
Seperti diketahui, amanat morotorium ekspor mineral logam mentah sudah menjadi keputusan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Undang-undang itu mengamanatkan penghentian ekspor seluruh mineral logam mentah dilakukan pada pertengahan tahun ini.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah masih mengevaluasi kembali rencana penyetopan ekspor untuk konsentrat tembaga tersebut.
“Pemerintah sedang mengevaluasi dalam bulan-bulan ini,” kata Airlangga saat ditemui di KEK JIIPE, Gresik, Kamis (2/1/2023).
Evaluasi itu diambil lantaran pengerjaan smelter tembaga domestik yang baru berjalan separuh dari target akhir tahun ini. Selain itu, izin pengerjaan pabrik pemurnian PTFI sebenarnya lebih lama dari tenggat yang ditagih undang-undang Minerba yang disahkan pada Juni 2020 lalu.
Baca Juga
PTFI mendapat izin pengerjaan smelter hingga Desember 2023. Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1872/K30MEM/2018 terkait perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah belakangan tengah mencari jalan tengah terkait dengan persoalan tumpang tindih amanat undang-undang dengan komitmen yang sudah terkontrak dari perpanjangan IUPK PTFI saat itu.
Malahan pemerintah disebutkan ingin memberi relaksasi untuk moratorium ekspor tembaga tahun ini. Nantinya, PTFI bakal tetap diberi kuota ekspor konsentrat tembaga sembari tetap menaikan bea keluar (BK) yang mesti dibayar.
“Ini merupakan komitmen dalam perpanjangan IUPK kemarin sesudah kontrak karya [KK] yang lalu, tentu pemerintah berharap proyek ini selesai di akhir tahun ini,” kata dia.
Sebelumnya, PTFI melaporkan kemajuan proyek smelter konsentrat tembaga kedua miliknya di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur telah mencapai hampir 50 persen hingga akhir 2022.
"Smelter kedua ini akhir November sudah mencapai 47,4 persen dan diharapkan akhir Desember ini bisa 50 persen," ungkap Presiden Direktur PTFI Tony Wenas kepada Bisnis dikutip Selasa (10/1/2023).
Tony mengatakan, pembangunan fisik dari proyek smelter itu ditargetkan dapat selesai pada akhir 2023 dan mulai dapat memproduksi katoda tembaga pada Mei 2024.
Beroperasinya smelter itu, lanjut Tony, akan menambah produksi katoda tembaga di dalam negeri sekitar 600.000 ton. Menambah produksi saat ini yang sekitar 300.000 ton dari smelter pertama Freeport yang dikelola PT Smelting di Gresik.
Berbarengan dengan proyek Freeport itu, smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dengan estimasi produksi katoda tembaga sekitar 300.000-400.000 ton juga ditargetkan beroperasi pada 2024. Dengan demikian, produksi katoda tembaga dalam negeri diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 juta ton.
Tony berharap peningkatan yang masif dari sisi produksi katoda tembaga itu juga dapat diimbangi dengan kemampuan serapan di industri hilir.
“Mudah-mudahan industri yang lebih hilir lagi itu bisa tumbuh di dalam negeri dan inilah yang diharapkan adalah terciptanya satu ekosistem dari industri EV [electric vehicle],” kata dia.
Di sisi lain merunut hitung-hitungan AMNT, smelter domestik akan mulai memproduksi 1,1 juta ton katoda tembaga pada 2025 mendatang. Proyeksi itu berasal dari target commercial operation date (COD) dari smelter PTFI dan AMNT yang dipatok efektif pada akhir 2024.
Sementara, permintaan katoda tembaga domestik saat itu baru mencapai di kisaran 300.000 ton. Malahan potensi serapan permintaan industri hilir dipastikan masih bergerak lamban pada 2030 dan 2040 di angka masing-masing 575.000 ton dan 1 juta ton.
“Kapasitas produksi akan penuh di 2025 kita akan kelebihan katoda tembaga untuk konsumsi dalam negeri sekitar 70 persen ini akan jadi isu, jangan harap perusahaan tambang melakukan downstream,” kata President Director AMNT Rachmat Makkasau.