Bisnis.com, GRESIK — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi kemajuan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur yang telah mencapai 51,7 persen hingga akhir Desember 2022.
“Ini merupakan komitmen dalam perpanjangan IUPK [izin usaha pertambangan khusus] kemarin sesudah kontrak karya [KK] yang lalu, tentu pemerintah berharap proyek ini selesai di akhir tahun ini,” kata Airlangga saat meninjau langsung proyek smelter itu di KEK JIIPE, Gresik, Kamis (2/1/2023).
Airlangga didampingi Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas serta Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Dyah Roro Esti Widya Putri saat meninjau kemajuan proyek tersebut.
Selain itu, Airlangga turut menilai positif realisasi investasi smelter tersebut yang telah mencapai US$1,63 miliar atau setara dengan Rp25 triliun hingga akhir 2022.
Di sisi lain, PTFI memproyeksikan total biaya smelter baru dan ekspansi smelter di kawasan ekonomi khusus itu dapat mencapai Rp3 miliar atau sekitar Rp45 triliun.
“Dan ini investasi yang luar biasa, total investasi yang sudah ditanam sampai sekarang sekitar US$1,6 miliar dari total US$3 miliar ini adalah pabrik smelter tembaga terbesar di dunia,” kata dia.
Baca Juga
Adapun, kapasitas pengolahan konsentrat tembaga dari PTFI dan PT Smelting Gresik ditargetkan dapat mencapai 3 juta dry metric ton (dmt) per tahun. Smelter anyar itu nantinya mengambil porsi pengolahan konsentrat sebesar 1,7 juta dmt tiap tahunnya.
Lewat dua smelter milik PTFI itu, total produksi katoda tembaga dapat mencapai di angka 900.000 ton per tahun saat operasi komersial pada 2024 mendatang. Mayoritas katoda tembaga akan diproduksi di smelter baru itu dengan kapasitas mencapai 600.000 ton.
“Diharapkan konstruksi fisik selesai pada akhir 2023 tapi semua pabrik itu harus ada commisioningnya itu butuh waktu diperkirakan Mei 2024 diselesaikan,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan kemajuan pengerjaan smelter berkapasitas 1,7 juta dry metric ton (dmt) itu sudah sesuai dengan lini masa yang ditenggat akhir 2023 ini.
“Sampai sekarang on the track, progres sudah 51,7 persen, sampai akhir 2023 itu sudah 100 persen konstruksi fisik selesai,” kata Tony saat berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Nantinya, kata Tony, operasi komersial atau commercial operation date (COD) dari smelter ekspansi itu dapat efektif pada Mei 2024 mendatang.
Menurut dia, butuh waktu sekitar lima bulan setelah penyelesaian konstruksi fisik smelter untuk dapat beroperasi secara komersial.
“Ini pabrik atau peleburan smelter tembaga single line terbesar di dunia, commissioning ga hanya bisa satu bulan,” tuturnya.
Berbarengan dengan proyek Freeport itu, smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dengan estimasi produksi katoda tembaga sekitar 300.000-400.000 ton juga ditargetkan beroperasi pada 2024. Dengan demikian, produksi katoda tembaga dalam negeri diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 juta ton.
Tony berharap peningkatan yang masif dari sisi produksi katoda tembaga itu juga dapat diimbangi dengan kemampuan serapan di industri hilir.
“Mudah-mudahan industri yang lebih hilir lagi itu bisa tumbuh di dalam negeri dan inilah yang diharapkan adalah terciptanya satu ekosistem dari industri EV [electric vehicle],” kata dia.
Di sisi lain merunut hitung-hitungan AMNT, smelter domestik akan mulai memproduksi 1,1 juta ton katoda tembaga pada 2025 mendatang. Proyeksi itu berasal dari target commercial operation date (COD) dari smelter PTFI dan AMNT yang dipatok efektif pada akhir 2024.
Sementara, permintaan katoda tembaga domestik saat itu baru mencapai di kisaran 300.000 ton. Malahan potensi serapan permintaan industri hilir dipastikan masih bergerak lamban pada 2030 dan 2040 di angka masing-masing 575.000 ton dan 1 juta ton.
“Kapasitas produksi akan penuh di 2025 kita akan kelebihan katoda tembaga untuk konsumsi dalam negeri sekitar 70 persen ini akan jadi isu, jangan harap perusahaan tambang melakukan downstream,” kata President Director AMNT Rachmat Makkasau.