Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2022 tentang Cipta Kerja menetapkan formulasi upah minimum menggunakan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Tidak seperti pada UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang mengatur formulasi upah minimum (UM) hanya menggunakan inflasi atau pertumbuhan ekonomi.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI-JSK) Kemenaker Indah Anggoro Putri menjelaskan bahwa aturan lebih lanjut mengenai indeks tertentu yang dimaksud dalam formulasi upah minimum akan diatur dalam revisi PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.
“Formula penghitungan UM mempertimbangkan 3 variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Formula ini lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah,” ujarnya dalam Konferensi Pers Perppu No.2/2022 secara virtual, Jumat (6/1/2023).
Putri, sapaan akrabnya, menyampaikan ketiga variabel tersebut telah mengakomodir aspirasi dari mitra Kemenaker, yaitu pekerja dan pengusaha. Memang, tidak semua aspirasi dapat dituang semua oleh regulator dalam aturan yang berlaku.
Sementara itu, Putri menekankan bahwa pihaknya saat ini tengah proses merevisi PP No.36/2021 dan aturan turunan lainnya agar selaras dengan Perppu Cipta Kerja.
Baca Juga
Kemenaker akan menggunakan indeks tertentu yang akan dikaitkan dengan laju kenaikan besaran UM sesuai dengan fungsinya sebagai social safety net atau jaring pengaman sosial. Sebagaimana diketahui bahwa UM ditujukan bagi pekerja yang baru memasuki dunia kerja dan memiliki masa kerja di bawah satu tahun.
“Indeksnya belum kami putuskakn secara konkret, indeks ini tentu indeks ketenagakerjaan, nggak mungkin energi atau transportasi. Kami sedang merevisi PP itu, Bu Menteri sudah perintahkan secepatnya selesai, tetapi bukan berarti sehari kelar. InsyaAllah dalam waktu tidak lama bisa keluar [PP nya],” tambahnya.
Pada dasarnya, Perppu tersebut disebut Putri sebagai bentuk kehadiran pemerintah dalam menjawab tantangan untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
Saat ini saja, penyerapan lapangan kerja sudah sangat menurun bila dibandingkan dengan 2013.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2013 dari investasi sebanyak Rp398,5 triliun terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.829.950 orang, atau per Rp1 triliun investasi dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 4.594 orang.
Sementara itu, dengan investasi sebanyak Rp901 triliun, hanya mampu menyerap sebanyak 1,2 juta tenaga kerja. Artinya dalam Rp1 triliun hanya mampu menyerap 1.340 orang.
Meski penyerapan tenaga kerja dari investasi yang masuk semakin menurun, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran per Agustus 2022 menurun 0,68 juta orang menjadi 8,42 juta orang, dari periode yang sama di 2021.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2022 sebesar 5,86 persen, turun sebesar 0,63 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2021.
Harapannya, dengan adanya Perppu yang menjadi tanda dicabutnya UU Cipta Kerja, dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari hadirnya investasi yang masuk, baik dari dalam dan luar negeri.