Bisnis.com, JAKARTA – Posisi utang pemerintah selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melonjak hampir 200 persen. Posisi utang pemerintah terus mengalami kenaikan sejak 2014.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mengingatkan terkait kenaikan utang pemerintah yang sangat signifikan, termasuk saat pandemi Covid-19. Menurutnya, posisi dan rasio utang pemerintah saat ini sangat mengkhawatirkan.
Pada November 2022, Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah mencapai Rp7.554,2 triliun dengan rasio utang mencapai 38,6 persen dari PDB.
Jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2014 yang sebesar Rp2.608,78 triliun, maka posisi utang pada November 2022 mengalami kenaikan sebesar 189,57 persen.
Didik mengatakan lonjakan utang yang sangat tinggi akan berimplikasi pada pengelolaan keuangan negara atau APBN di masa depan.
“Implikasinya pada APBN ke depan yang akan habis untuk membayar utang,” katanya dalam Diskusi Publik Indef, Kamis (5/1/2023).
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah pada 2022 berhasil menekan defisit APBN menjadi sebesar Rp464,3 triliun atau 2,38 persen dari PDB, dari proyeksi awal dalam Perpres No. 98/2022 sebesar Rp840,2 triliun.
Meski demikian, dia menilai keberhasilan pemerintah pada tahun lalu karena ada faktor keberuntungan, yaitu durian runtuh dari kenaikan harga komoditas di pasar global, sehingga mendorong peningkatan penerimaan negara.
Didik mengingatkan bahwa faktor keberuntungan ini tidak akan bertahan lama. Hal itu terjadi seiring dengan nomalisasi harga komoditas.
"Soal harga komoditas harus menjadi perhatian bagi pemerintah," ucapnya.
Sebagai gambaran, capaian defisit APBN pada 2022 sebesar Rp464,3 triliun terjadi karena pendapatan negara mencapai Rp2.626,4 triliun dan realisasi belanja negara mencapai Rp3.090,8 triliun.
Dengan defisit yang rendah, realisasi pembiayaan utang pemerintah sepanjang 2022 mencapai Rp688,5 triliun atau turun 20,9 persen dibandingkan dengan realisasi pada 2021. Realisasi tersebut juga lebih rendah dari rencana awal dalam Perpres No. 98/2022 yang ditetapkan sebesar Rp943,7 triliun.