Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

PLN Kuasai Sertifikat EBT, Asosiasi Panas Bumi: Itu Hak Produsen

Asosiasi Panas Bumi Indonesia menilai atribusi sertifikat EBT atau renewable energy certificate (REC) adalah hak produsen kendati ingin dikuasai oleh PLN.
Nyoman Ary Wahyudi
Nyoman Ary Wahyudi - Bisnis.com 03 Januari 2023  |  07:21 WIB
PLN Kuasai Sertifikat EBT, Asosiasi Panas Bumi: Itu Hak Produsen
Petugas melakukan pengawasan dan pengecekan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi. Istimewa - PLN

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan produsen listrik swasta berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) berkepentingan untuk mendapat klaim atas atribusi sertifikat energi terbarukan atau renewable energy certificate (REC) yang dijual langsung ke pasar.

Priyandaru beralasan sertifikat itu menjadi cerminan biaya pengembangan pembangkit bersih yang telah diinvestasikan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP).

Dengan demikian, klaim atas atribusi REC itu menjadi bagian dari upaya pengembalian investasi pembangkit hijau yang dikerjakan swasta mendatang.

“Sepanjang tidak diatur di dalam perjanjian jual beli listrik [power purchase agreement/PPA], maka itu adalah hak pengembang,” kata Priyandaru saat dihubungi, Senin (2/1/2023).

Menurut dia, atribusi itu sekaligus dapat memperbaiki keekonomian pengembangan lapangan yang terbilang mahal untuk industri hulu panas bumi saat ini.

Hanya saja, kata dia, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN belakangan justru berusaha untuk mengeklaim sepenuhnya atribusi REC yang dijual kepada industri.

“PLN sekarang berusaha untuk melakukan amandemen PPA agar atribusi tersebut menjadi milik PLN,” kata dia.

Seperti diketahui, PLN sempat menerbitkan surat bernomor 43803/KEU.01.02/D01020300/2022 yang menegaskan kembali monopoli perusahaan setrum pelat merah itu untuk mengeluarkan REC pada 2 Agustus 2022.

PLN, lewat surat itu menegaskan, IPP tidak memiliki hak untuk menjual atribut energi terbarukan dalam bentuk REC secara langsung ke pasar. Alasannya, energi yang dihasilkan IPP telah dialirkan lewat jaringan PLN yang telah dibeli setiap kWh-nya sebesar Rp30 per kilowatt hour (kWh) mengacu pada PPA antara swasta dan PLN.

Seperti diberitakan sebelumnya, PLN melaporkan realisasi penjualan sertifikat energi terbarukan sudah menembus di angka 1.362.405 megawatt hour (MWh) sepanjang Januari hingga November 2022.

Torehan penjualan sertifikat hijau itu mengalami kenaikan signifikan mencapai 342,05 persen jika dibandingkan dengan pencatatan sepanjang 2021 di angka 308.201 MWh.

EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Warsono mengatakan tren permintaan REC dari industri domestik belakangan tumbuh signifikan seiring dengan pulihnya penjualan listrik dari sektor industri dan bisnis pada akhir 2022.

Halaman:
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

PLN panas bumi asosiasi panas bumi ebt
Editor : Rio Sandy Pradana

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top