Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) optimistis penjualan rumah subsidi akan tembus di angka 100.000 unit pada 2023 atau naik sekitar 43,6 persen dibandingkan penjualan tahun ini.
Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengatakan, penjualan tahun ini yang mencapai angka 69.653 unit terhambat karena terdapat masalah perizinan dalam produksi rumah.
"Pengembang ini ada siklus, siklus waktu produksi, kemudian penjualan itu ada waktunya. Tahun ini kami produksi, tetapi terhambat perizinan dan pembebasan lahan itu butuh waktu," kata Junaidi saat ditemui di Kementerian PUPR, Rabu (28/12/2022).
Adapun, kebijakan terkait perizinan yang sepanjang tahun ini menghambat produksi rumah, yaitu persetujuan bangunan gedung (PBG) sebagai ganti izin mendirikan bangunan (IMB), dan penetapan lahan sawah dilindungi (LSD).
Meski demikian, para pengembang akan tetap berproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurut Junaidi, adanya isu resesi ekonomi tidak begitu berpengaruh pada keyakinan pengembang untuk membangun rumah.
"Kami tetap optimistis karena pengusaha nggak mengenal itu resesi, krisis, kami harus optimistis supaya masyarakat MBR yang belum dapat rumah, bisa segera punya," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, optimisme tersebut juga datang dari sinyal pemerintah yang akan menerbitkan harga jual rumah subsidi terbaru pada awal 2023. Sebab, jika harga jual meningkat, pengembang akan meningkatkan jumlah produksi rumah subsidi. Namun, dia masih menginginkan komitmen lebih, bukan hanya sekedar sinyal dan janji semata.
"Sinyal itu sudah lama tapi kita maunya komitmen sinyal itu harus segera dilaksanakan sehingga betul-betul industri properti itu tetap berjalan terutama MBR," tegasnya.
Junaidi menegaskan, untuk target pada 2023 mendatang, Apersi menargetkan 100.000 unit dapat diserap MBR.
"Jadi di tahun kemarin itu 103.000 unit. Insyaallah kami bisa mengejar itu, kami optimistis bisa lebih dari 100.000 unit. Tahun ini 69.000 unit," tandasnya.