Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) melaporkan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih bauksit belakangan belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kebutuhan investasi yang besar dinilai tidak mendapat kepercayaan dari lembaga pemberi pinjaman.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan tersendatnya perkembangan pembangunan smelter pada industri pengolahan bijih bauksit itu disebabkan karena minimnya pendanaan dari perbankan atau investor.
Malahan, menurut Ronald, perbankan milik pemerintah turut menjaga jarak untuk memberi pinjaman pada proyek smelter bauksit tersebut.
“Karena modal tidak ada, kami tawarkan ke investor luar negeri mereka bilang tidak feasible, menurut mereka gangguan terlalu banyak proses terlalu panjang,” kata Ronald saat dihubungi, Minggu (11/12/2022).
Di sisi lain, Ronald mengatakan, bank pemerintah turut menilai proyek smelter bijih bauksit itu tidak layak untuk dibiayai. Padahal, hilirisasi bijih bauksit ikut menjadi prioritas pemerintah saat ini.
Sementara itu, dia membeberkan, minat investor asing dan domestik cenderung landai untuk berinvestasi pada proyek hilirisasi bauksit hingga aluminium di dalam negeri. Dia menuturkan sejumlah anggota APB3I telah mengadakan penjajakan ihwal kemungkinan kerja sama pembangunan smelter bauksit dengan mitra di luar negeri. Hanya saja, belum ada komitmen investasi baru yang tercipta hingga akhir tahun ini.
Baca Juga
“Kalau itu menggiurkan orang pasti rebutan, tetapi itu tidak feasible, pemerintah bilang ini investasi yang bagus jadi tolong bantu modal lah,tetapi tidak ada goodwillnya begitu,” kata dia.
Berdasarkan hitung-hitungan APB3I, kebutuhan investasi pembangunan smelter alumina dapat menyentuh di angka US$1,2 miliar atau setara dengan Rp17 triliun. Kebutuhan dana yang besar itu dipastikan membuat proyek pembangunan smelter bauksit domestik akan terkoreksi serius. Buktinya, sejumlah rencana pengembangan smelter bauksit di dalam negeri molor dari target.
“Perlu adanya konsorsium antar perusahaan pemegang IUP dengan jumlah bahan baku cukup untuk 25 hingga 30 tahun ke depan dan dibantu oleh pemerintah,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan terdapat 7 proyek pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter bauksit yang mengalami kendala serius hingga tahun ini.
Laporan itu muncul seiring dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melanjutkan penghentian ekspor bauksit pada Juni 2023.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Ing Tri Winarno mengatakan masih terdapat sejumlah isu seperti perizinan, pengadaan lahan, kepastian pasokan listrik hingga pembiayaan yang membuat sebagian proyek pembangunan smelter molor dari target yang ditetapkan.
“Terutama industri bauksit ada tujuh yang mengalami keterlambatan dalam pembangunan smelternya,” kata Tri dalam Webinar Hilirisasi Mineral Kementerian ESDM, Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per 2021, baru terdapat tiga smelter yang beroperasi dengan kapasitas input bijih bauksit secara keseluruhan 4,56 juta ton.
Ketiga smelter itu di antaranya milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300.000 CGA, PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta SGA dan Inalum Operating dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet.
Kementerian ESDM mencatat terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan 1 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA. Selain itu,Inalum Operating tengah berencana untuk membangun pabrik baru untuk produksi aluminium ingot dan billet dengan kapasitas input bijih mencapai 2 juta ton.