Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak nilai persentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 yang sejauh ini berkisar 5-9 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal bersama buruh/pekerja menyatakan lima sikapnya. Pertama, KSPI menolak nilai persentase kenaikan UMP dikarenakan di bawah nilai inflasi Januari-Desember 2022, yaitu sebesar 6,5 persen ditambah pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen.
"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau year-on-year," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (28/11/2022).
Menurutnya, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi.
Kedua, terkait dengan kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 5,6 persen, KSPI mengecam keras keputusan pejabat gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
Ketiga, UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.
Keempat, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengapresiasi sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker No. 18/2022 tentang Penetapan UMP 2023 dan tidak lagi menggunakan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.
Kelima, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh meminta bupati dan walikota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10 hingga 13 persen.
"Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen," tegas Said Iqbal.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyampaikan mayoritas wilayah tidak menggunakan UMP sebagai dasar pengupahan, melainkan menggunakan UMK yang akan ditetapkan pada 7 Desember 2022.
“Ini kan baru UMP yang mayoritas tidak digunakan, kecuali DKI Jakarta. Di provinsi lain yang ditunggu-tunggu adalah kenaikan upah minimum kabupaten/kota karena UMK lah yang digunakan, yang akan ditetapkan nanti sekitar 7 atau 8 Desember 2022,” ujarnya, Senin (28/11/2022).
Baca Juga
Berdasarkan pantauan Bisnis, sejauh ini 14 provinsi resmi mengumumkan besaran UMP 2023, yaitu DKI Jakarta (5,6 persen), Jawa Tengah (8,01 persen), Banten (6,4 persen), Sulawesi Utara (5,24 persen), Jawa Timur (7,86 persen), Jawa Barat (7,88 persen), Sumatra Barat (9,1 persen), Sumatra Selatan (8,64 persen), Jambi (9,04 persen), Aceh (7,8 persen), NTB (7,44 persen), DI Yogyakarta (7,65 persen), dan Riau (8,61 persen).