Bisnis.com, JAKARTA —Dewan Energi Nasional memastikan tingkat ketahanan energi nasional masih berada di posisi yang relatif aman dengan indeks 6,57, kendati pasokan energi global belakangan mengalami tantangan yang serius akibat perang dan sentimen ekonomi politik global.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menampik bahwa terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi pada 17 Oktober 2022 lalu, berkaitan dengan kondisi ketahanan energi nasional saat ini.
“Kondisi lagi perang tidak ada salahnya untuk antisipasi krisis energi, sebenarnya tingkat indeks ketahanan energi kita 6,57 masuk ke kategori tahan, meskipun sedang krisis batu bara,” kata Djoko di Kantor Sekjen DEN, Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Djoko menuturkan, Permen itu merupakan aturan teknis tentang tata cara penetapan dan penanggulangan krisis dan/atau darurat energi sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 ayat (3), pasal 7, dan pasal 17 Perpres No. 41/2016.
“Permen ini disusun sebagai langkah antisipatif apabila terjadi keadaan krisis energi dan/atau darurat energi. Bukan berarti di Indonesia telah terjadi krisis atau akan terjadi krisis, sama sekali bukan,” tuturnya.
Secara umum, Permen ESDM No. 12/2022 mengatur mengenai jenis energi, cadangan operasional dan kebutuhan minimum, kriteria krisis energi dan/atau darurat energi, identifikasi daerah potensi krisis energi dan/atau darurat energi, serta tata cara tindakan penanggulangannya.
Baca Juga
Berdasarkan peraturan ini, penetapan dan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional, yaitu bahan bakar minyak (BBM), tenaga listrik, liquefied petroleum gas (LPG), dan gas bumi.
Krisis energi didefinisikan sebagai kondisi kekurangan energi, sedangkan darurat energi merupakan kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana.
Dalam menetapkan krisis energi, pemerintah mempertimbangkan cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum. Sementara itu, penetapan darurat energi mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu penanganan gangguan sarana dan prasarana energi.
Lebih lanjut, penetapan krisis energi dan/atau darurat energi juga didasari oleh dua kondisi, yakni kondisi teknis operasional dan kondisi nasional. Kondisi teknis operasional mempertimbangkan pemenuhan terhadap cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum untuk masing- masing jenis energi, sedangkan kondisi nasional ditetapkan dengan mempertimbangkan apabila krisis energi dan/atau darurat energi mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau kegiatan perekonomian.
Penetapan kondisi teknis operasional ditetapkan oleh Menteri ESDM, sedangkan kondisi nasional ditetapkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi Sidang Anggota DEN.
Guna mengantisipasi potensi krisis energi dan/atau darurat energi, Permen ESDM No. 12/2022 juga mengamanatkan dilakukannya identifikasi dan pemantauan kondisi penyediaan dan kebutuhan energi oleh Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal DEN, dan Kepala BPH Migas sesuai dengan kewenangannya, serta pimpinan badan usaha. Identifikasi dan pemantauan tersebut meliputi, antara lain identifikasi ketersediaan dan kebutuhan energi di seluruh wilayah usaha, pengumpulan data peta spasial infrastruktur energi, dan penyusunan rencana langkah- langkah penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi yang diselenggarakan secara terkoordinasi.
Djoko menambahkan bahwa tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan oleh Menteri ESDM dengan melibatkan beragam pihak, seperti lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, badan usaha, serta pihak-pihak terkait lainnya.
“Tindakan penanggulangan merupakan tindakan dalam keadaan tertentu yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda,” katanya.
Keadaan tertentu tersebut menjadi pertimbangan dalam memberikan kemudahan paling sedikit terkait perizinan, pengadaan barang dan jasa, dan pembebasan lahan. Perkembangan pelaksanaan tindakan penanggulangan selanjutnya dilaporkan oleh Menteri ESDM kepada presiden.