Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah giat mengundang investor China untuk mengembangkan industri hilir sejumlah produk mineral yang akan dihentikan izin ekspornya, seperti timah, bauksit, hingga tembaga dalam waktu dekat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kerja sama itu diharapkan dapat mengikuti kesuksesan hilirisasi nikel yang belakangan menaikkan nilai tambah olahan komoditas tambang tersebut.
“Sekarang kita lagi bicara sama teman-teman dari Tiongkok untuk bicara terkait hilirisasi timah, bauksit, dan tembaga,” kata Luhut saat ditemui selepas Laporan CSR Perusahaan Tiongkok di Indonesia, Jumat (28/10/2022).
Luhut mengatakan, sejumlah perusahaan China sudah membantu program hilirisasi di sejumlah kawasan industri terintegrasi dengan optimal lewat penguasaan teknologi serta modal.
“Tidak pernah kita bayangkan bahwa Indonesia sekarang ekonominya bisa terus tertopang karena hilirisasi tadi, padahal itu baru nickel ore saja,” kata dia.
Sebelumnya, pelaku usaha yang bergerak di bidang penambangan dan pengolahan bauksit belakangan mengkhawatirkan lambannya upaya percepatan pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter seiring dengan rencana pemerintah untuk mulai menutup pintu ekspor bauksit bersih atau washed bauxite (WBx) pertengahan tahun depan.
Baca Juga
Deputy Finance and Accounting Department Head PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Hidayat Sugiarto mengatakan, lambannya pengerjaan smelter bauksit itu disebabkan karena pendanaan smelter yang terkendala isu keberlanjutan pembangkit yang digunakan. Seperti diketahui, sebagian besar lembaga pinjaman sudah menarik diri untuk memberikan kredit untuk proyek yang bertumpu pada pembangkit listrik batu bara.
Selain itu, Hidayat menambahkan, sebagian mitra bisnis di luar negeri juga dibatasi untuk membangun proyek berbasis energi fosil tersebut. Akibatnya, sejumlah smelter yang sempat diinisiasi belakangan justru mangkrak dari target pengerjaan.
“Tidak ada perkembangan [pembangunan smelter] artinya tidak ada pengoperasian untuk membuat pabrik seperti refinery alumina ini butuh investasi besar, teknologi canggih, dan juga investasi yang cukup besar,” kata Hidayat saat dihubungi, Rabu (7/9/2022).
Berdasarkan data milik Kementerian Investasi per Juni 2022, baru terdapat tiga smelter yang beroperasi dengan kapasitas input bijih bauksit secara keseluruhan 36,9 juta ton. Ketiga smelter itu di antaranya milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300.000 chemical grade alumina (CGA), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta smelter grade alumina (SGA), dan PT Inalum dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet.
Kementerian Investasi mencatat terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan satu pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA. Adapun, satu smelter dalam tahap perencanaan milik Inalum yang ditargetkan memproduksi aluminium ingot dan billet.
“Cadangan bauksit di Indonesia itu ada 3,2 miliar ton, pabrik yang ada sekarang hanya Well Harvest dan Chemical Alumina serapan per tahun hanya 10 juta ton jadi 3,2 miliar kita bagi dengan 10 juta itu baru bisa terserap 320 mendatang,” kata dia.