Bisnis.com, JAKARTA — Isu environmental, social and corporate governance (ESG) masih menjadi kendala serius terkait dengan upaya pembentukan rantai industri baterai kendaraan listrik yang terintegrasi mulai dari sisi hulu tambang hingga industri hilir perakitan sel baterai di dalam negeri.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho dalam dalam acara SOE International Conference di Bali, Selasa (18/10/2022).
Toto menuturkan, sejumlah perusahaan besar pada industri kendaraan dan baterai listrik dunia berkali-kali menggarisbawahi ihwal kejelasan aspek ESG pada rangkaian rantai nilai tambah industri baterai setrum domestik.
“Pemain besar seperti CATL, LG, Tesla, kita juga baru saja dikunjungi Northvolt dari Swedia pekan lalu mereka semua menekankan aspek penting ESG mulai dari penambangan dan kelistrikan,” kata Toto.
Dengan demikian, Toto menegaskan, pembangkit listrik untuk menyetrum baterai kendaraan listrik domestik saat ini sudah mesti dipenuhi dari energi baru dan terbarukan (EBT). Lantaran, kata dia, sumber energi itu turut menjadi perhitungan serius dari sejumlah investor kelas kakap industri kendaraan listrik dunia saat ini.
“Hal ini yang mesti kita selesaikan, energi baru dan terbarukan mesti ada di sana dalam rangkaian produksi baterai kendaraan listrik,” tuturnya.
Baca Juga
Adapun, pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC bersama dengan konsorsium PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL) dan LG Energy Solution (LG) ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun depan.
PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM) baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.
Adapun, dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.
Adapun, total investasi dari dua konsorsium itu mencapai sekitar US$14 miliar atau setara dengan Rp214,88 triliiun, kurs Rp15.349. Perinciannya, Proyek Titan yang dikerjakan Konsorsium LG berinvestasi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun. Sisanya, Proyek Dragon yang dikerjakan Konsorsium CBL mengambil porsi investasi US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun.