Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Potensi Eksodus Pabrik China ke RI, Pengusaha Minta Impor Mesin Dikendalikan

Pengusaha meminta pemerintah mengendalikan impor mesin bekas untuk dapat mengoptimalkan momentum kenaikan relokasi pabrik dari China, Korsel, dll.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) meminta dukungan pemerintah untuk mengendalikan impor mesin bekas demi mengoptimalkan momentum relokasi pabrik dari berbagai negara ke Indonesia. 

Menurut laporan Himpunan Kawasan Industri (HKI), investor dari China, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, hingga Amerika Serikat (AS) menunjukkan minat tinggi untuk mengalihkan produksinya ke Indonesia. 

Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, masuknya mesin impor, terutama mesin bekas dengan harga lebih murah, membuat produk lokal sulit bersaing secara langsung. 

"Momentum relokasi ini jangan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar, tapi harus dimanfaatkan untuk menguatkan kemampuan industri mesin dalam negeri," kata Dadang kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025). 

Dalam hal ini, dia mencontohkan salah satu barang modal atau mesin seperti alat berat. Dari sisi harga, memang mesin impor tampak lebih murah dibandingkan produk lokal. Sebagai contoh, ekskavator buatan Indonesia rata-rata dijual pada kisaran US$90.000–US$110.000 atau sekitar Rp1,3 miliar –Rp1,6 miliar. 

Sementara itu, produk dari luar negeri dihargai sekitar US$30.000–50.000 atau Rp435–725 juta, sebelum pajak dan ongkos kirim.

Namun, setelah dihitung secara menyeluruh dengan bea masuk, ongkos kirim, asuransi, dan PPN, harga mesin impor bisa mendekati Rp870 juta. 

Untuk opsi bekas, banderol awal memang lebih rendah, sekitar Rp454–500 juta, tetapi memiliki risiko tinggi, terutama dari sisi kualitas, layanan purna jual, dan ketersediaan suku cadang.

“Kalau dihitung dari life cycle cost, mesin lokal sebenarnya lebih kompetitif. Bukan hanya harga unit, tapi juga efisiensi jangka panjang, kemudahan perawatan, hingga keberlanjutan penggunaannya,” tegas Dadang. 

Untuk itu, dia menilai perlu adanya perlindungan atas impor mesin bekas yang masuk ke Indonesia guna menjaga pasar yang adil dengan produk lokal. 

Dia menyebutkan, sejumlah sektor industri asing yang paling banyak menyerap mesin atau barang modal buatan lokal yakni industri logam, makanan dan minuman, tekstil, pertambangan, energi terbarukan, serta otomotif dan komponennya. 

"Sektor-sektor ini relatif terbuka menggunakan mesin lokal karena teknologi untuk mendukung industri ini tidak memerlukan high technology serta adanya dukungan kebijakan TKDN [tingkat komponen dalam negeri]," ujarnya. 

Di sisi lain, dia juga menyebut peluang pertumbuhan industri mesin dalam negeri dinilai masih terbuka lebar. Program hilirisasi, dorongan energi hijau, peningkatan TKDN, serta kebutuhan mesin custom sesuai karakter pasar lokal menjadi pintu masuk yang bisa dimaksimalkan oleh produsen mesin di Tanah Air.

Gamma juga mendorong pelaku industri agar lebih aktif mempromosikan produk melalui pameran maupun strategi pemasaran yang agresif. Promosi yang masif dianggap penting untuk menegaskan keunggulan mesin lokal, terutama di sektor yang membutuhkan penyesuaian teknis dengan kebutuhan pengguna di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro