Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengkhawatirkan kondisi ekonomi jelang resesi global saat ini yang mempengaruhi pergerakan barang dan pada akhirnya berimbas kepada ocean freight dan keseimbangan ketersediaan kontainer.
Ketua Umum ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi menjelaskan pada saat pandemi Covid-19, kontainer sempat mengalami kelangkaan. Tak hanya itu, pada masa tersebut ketersediaan ruang kapal dan kontainer cukup sulit. Namun, pasca pandemi ketersediaan kontainer dan ruang kapal berangsur membaik, bahkan freight saat ini hampir mencapai level sebelum pandemi.
Akan tetapi, ujarnya, perlu dicurigai bahwa kondisi harga freight sekarang ini akibat faktor makro di level dunia yang disebabkan pertumbuhan ekonomi global akibat geopolitik di Eropa yang ternyata berdampak dan mempengaruhi secara masif tren ekonomi di semester II/2022 dan proyeksi 2023.
Yukki yang juga menjabat Chairman Asean Federation of Forwarders Association (AFFA),menjabarkan bahwa kondisi ekonomi akan sangat mempengaruhi pergerakan barang dan pada akhirnya berimbas pada freight dan keseimbangan ketersediaan kontainer.
"Apalagi berdasarkan info terakhir, beberapa shipping line besar sudah mulai mengurangi kapal mereka di Asia akibat turunnya volume pergerakan barang dan harga freight," ujarnya, Senin (17/10/2022).
Kendati demikian, saat ini harga freight sudah kembali normal dan hal itu sesuai perkiraan dari sejak enam bulan lalu dan penurunan sudah dirasakan sejak dua bulan terakhir ini. Penurunan freight terjadi tak hanya untuk ocean freight tetapi juga di sektor air freight.
Baca Juga
Sementara itu, Senior Consultant Supply Chain Indonesia Sugi Purnoto memetakan kegiatan ekonomi di Indonesia menjadi dua sektor. Pertama yang melayani kepentingan domestik dan kepentingan ekspor. Terkait dengan kepentingan ekspor, jelasnya, akan berkaitan dengan beragam komoditas.
Dia mencontohkan industri garmen dan tekstil bukan hanya terimbas akibat ekonomi global tetapi juga resesi energi dari perang Rusia Ukraina. Kondisi tersebut telah mengakibatkan resesi ekonomi di Eropa. Padahal Eropa juga merupakan pasar besar kegiatan ekspor Indonesia untuk crude palm oil/CPO. Selain CPO, Indonesia juga melakukan aktivitas ekspor energi tambang yang besar.
"Jadi resesi global dampaknya adalah langsung industri yang melakukan ekspor ke negara Eropa. Ekspor ke Timur Tengah, Amerika, Kanada, sejauh ini belum mengalami gejala resesi," terangnya.
Sugi berpendapat dampak resesi global tidak akan singnifikan apabila mayoritas industri di Indonesia masih mengandalkan kekuatan pasar domestik. Pasalnya pasar barang konsumsi dan kebutuhan pokok masih menguat.