Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund atau IMF memproyeksikan bahwa China akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan, akibat gejolak global dan ekonomi domestik yang sedang menantang.
Berdasarkan dokumen World Economic Outlook pada Oktober 2022, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada 2022 dan 2023. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi China 2022 di 3,2 persen, turun dari proyeksi per Juli (3,3 persen) dan per April (4,4 persen).
IMF memang memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi China akan naik ke 4,4 persen pada 2023. Namun, angka itu direvisi dari perkiraan sebelumnya, yakni per Juli (4,6 persen) dan per April (5,1 persen).
Penyebaran Covid-19 masih menjadi persoalan serius bagi perekonomian Negeri Tirai Bambu. China menerapkan pembatasan ketat (lockdown) untuk mencegah penyebaran virus, sehingga berdampak terhadap aktivitas transportasi dan logistik, serta sangat memengaruhi perekonomian domestik.
China pun menghadapi krisis properti yang belum kunjung mereda. Risiko dari krisis itu cukup besar karena bisa merembet ke sektor lain, sehingga semakin memberatkan prospek ekonomi negara itu.
"Memburuknya krisis sektor properti China dapat meluas ke sektor perbankan domestik dan sangat membebani pertumbuhan negara, dengan efek lintas batas yang negatif," dikutip dari laporan IMF pada Rabu (13/10/2022).
Baca Juga
IMF pun menilai bahwa kondisi China akan sangat memengaruhi prospek ekonomi global secara umum pada tahun depan. Pasalnya, China memegang peranan penting dalam perdagangan global, sehingga pelemahan negara itu bisa berimbas kepada negara-negara lain.
"Kesehatan ekonomi global di masa depan sangat bergantung pada keberhasilan kalibrasi kebijakan moneter, jalannya perang di Ukraina, dan kemungkinan gangguan sisi penawaran terkait pandemi lebih lanjut, misalnya, di China," tertulis dalam laporan itu.
Sebelumnya, Kepala Ekonom dan Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gournichas menyebut bahwa tekanan global dapat muncul dari perlambatan di tiga ekonomi terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa.
"Singkatnya, yang buruk akan datang, dan bagi banyak orang, 2023 akan terasa resesi," ujar Gournichas dalam press briefing World Economic Outlook IMF, Selasa (11/10/2022).
Meskipun begitu, China menolak pandangan IMF bahwa ekonomi negaranya melemah dan ada dalam tekanan besar. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut bahwa ekonomi negaranya memiliki ketahanan yang kuat dan fundamental yang baik.
Mao tidak mau negaranya 'disalahkan' oleh IMF karena turunnya prospek ekonomi global. Dia meyakini bahwa kebijakan penanganan Covid-19 di China berjalan efektif, sehingga ketika pandemi terkendali maka ekonomi dapat lebih stabil.
"Menghadapi situasi yang kompleks di dalam dan luar negeri, perekonomian China telah bertahan dari tekanan dan menunjukkan momentum pemulihan yang stabil," ujar Mao pada Rabu (12/10/2022) di Beijing, China, dikutip dari Antara.