Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,7 persen pada 2023.
Pada laporan World Economic Outlook edisi Juli 2022, IMF sebelumnya pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mencapai 2,9 persen Ekonomi global pada tahun depan menurut IMF masih menghadapi tiga tantangan utama, yaitu perang Rusia dan Ukraina, lonjakan inflasi, dan perlambatan ekonomi China.
Jika terjadi eskalasi risiko, terutama akibat tiga tekanan tersebut, maka terdapat kemungkinan ekonomi global lebih melambat lagi pada tahun depan dengan penurunan pertumbuhan hingga ke bawah level 2 persen.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa ketidakpastian global masih terus meningkat yang disertakan dengan proyeksi pertumbuhan yang terus turun.
Suahasil mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi global tentunya akan berdampak pada perekonomian di dalam negeri.
“Perang masih terus berlanjut dan pada saat yang bersamaan kebijakan moneter di tingkat internasional menimbulkan volatilitas ke kondisi ekonomi global, tak kurang negara seperti Inggris bisa kena, kita tidak boleh anggap remeh,” katanya dalam acara Investor Daily Summit, Rabu (12/10/2022),
Suahasil mengatakan dari dalam negeri perekonomian Indonesia masih cukup kuat, tercermin dari sisi konsumsi dan produksi yang masih baik. Hal ini tercermin dari konsumsi listrik yang terus meningkat dan PMI manufaktur yang masih ekspansif.
“Ekspor impor Indonesia, neraca dagang kita terus positif dan ini dasar optimis, namun hati hati, kewaspadaan tidak boleh kendor,” tuturnya.
Dia menambahkan volatilitas global yang tinggi pun memberikan dampak rentetan pada perekonomian domestik, tercermin dari tingkat inflasi yang pada september 2022 mencapai 55,95 persen secara tahunan.
“Kondisi dunia cukup volatile dan menciptakan volatilitas yang tinggi dan dampaknya akan masuk ke Indonesia tapi kita upayakan seminimal mungkin disrupsi ke Indonesia,” imbuhnya.
Untuk itu, imbuh Suahasil, APBN akan terus menjadi instrumen shock absorber dan menciptakan stabilitas di dalam negeri. Belanja negara akan diarahkan untuk belanja yang meningkatkan produktivitas. Pembiayaan akan dilakukan secara efisien, kreatif, dan inovatif dengan melihat kondisi dunia yang saat ini terjadi.