Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis properti tengah tertekan akibat berbagai tekanan ekonomi makro di tanah air. Kondisi tersebut diperumit dengan berakhirnya Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah yang telah berakhir pada September lalu.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) Junaidi Abdillah mempertanyakan dukungan pemerintah untuk mempertahankan bisnis properti di tengah tekanan ekonomi saat ini.
"Intinya kalau bisnis properti ini memang mau dipertahankan, apalagi kondisi saat ini kurang baik, stimulus pemerintah ini masih perlu kita butuhkan. Sebaiknya jangan menunggu berakhir, justru menjelang berakhir itu ada kelanjutannya," kata Junaidi saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/10/2022).
Selama ini, besaran diskon PPN DTP yang berlaku yaitu 50 persen atas penjualan rumah maksimal Rp2 miliar, dan 25 persen untuk penjualan di atas Rp2 miliar-Rp5 miliar telah mendorong performa positif untuk penjualan rumah.
Dia menilai, pemberlakuan insentif tersebut terlalu singkat durasinya. Sebab, para pengusaha properti masih ragu untuk merealisasikan maupun mempercepat pembangunan proyek sementara stimulus habis begitu saja.
"Para pengembang ini takut, mau realisasi tiba-tiba habis stimulusnya, mau percepat pembangunanan habis stimulusnya. Jadi antara kepentingan konsumen, kepentingan perbankan dan juga kepentingan pemerintah harus berjalan beriringan," jelasnya.
Baca Juga
Junaidi merasa insentif pembelian dari pemerintah ini dibutuhkan sebagai dukungan untuk pasar menengah ke bawah karena masih dalam performa yang baik. Lebih lanjut, dia menerangkan bahwa hampir semua pengembang itu turun kelas untuk produksi rumah.
"Stimulus itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kalau PPN ini berhenti, pasti ada pengurangan minat beli," tegasnya.
Terkait upaya dari pengembang, menurutnya selama ini pengembang terus mengupayakan pemasaran terbaik dan beragam untuk menarik konsumen. Namun, hal ini kembali lagi pada kemampuan pembeli yang terbatas.
"Kemampuan itu kan akan terbatas ketika daya belinya menurun, itu salah satunya dikarenakan stimulus," ujarnya.
Dia berharap stimulus terus berjalan sampai minimal 1 tahun ke depan, karena kehadiran stimulus tidak dapat hanya 3-9 bulan. Pengembang harus menyesuaikan dengan waktu pembangunan, pencarian konsumen, dan sebagainya.
Di sisi lain, di sektor properti komersial, Wakil Ketua Umum Persaturan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Gani mengatakan 10 pengembang properti terbesar sedang berada di puncak kejayaan karena pada dasarnya diskon tersebut menyasar ke landed house atau rumah tapak maupun apartemen.
"Dengan PPN DTP yang belum diperpanjang, apapun alasannya pemerintah, pasti terpengaruh penjualan. Jadi saya pikir ini akan memperngaruhi pertumbuhan penjualan rumah atau apartemen komersial," kata Hari dihubungi terpisah.
Dia juga meyakini penjualan terkoreksi meski tidak dapat dipastikan berapa besar penurunan ke depannya. Pasalnya, pengembang pun selama ini cukup beragam dalam menerapkan harga jual selama PPN DTP berlangsung.
Beberapa pengembang disebutkan ada yang tidak menaikkan harga dengan tambahan PPN DTP, sehingga harganya berkurang 50 persen. Sementara itu, ada yang menaikkan harga karena belum menaikkan harga sejak lama.
"Yang pasti, dengan situasi ini, pengembang akan mengoreksi dan akan menahan menaikkan harga karena daya beli menurun. Di tengah kondisi ekonomi seperti ini, orang juga pasti mikir-mikir beli properti," tandasnya.