Bisnis.com, BANDUNG--Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan Richard C. Adkerson menilai positif kesepakatan divestasi saham yang belakangan ikut mengerek kinerja penambangan hingga hilirisasi bijih tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI). Richard mengatakan divestasi saham itu memberikan kepastian kerja sama yang konstruktif antara pemerintah dan PTFI.
Misalkan, Richard mencontohkan, pemerintah berkomitmen untuk memberikan kepastian dari sisi hukum, fiskal, pajak, royalti dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk PTFI hingga 2041 mendatang. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan hak pengeoperasian bagi Freeport-McMoRan (FCX) yang memegang bagian saham 48,8 persen PTFI.
“Pada Desember 2018, kami sampai pada perjanjian, kami melakukan transisi pada PTFI dari yang tambang terbuka untuk kemudian menjadi wilayah operasi tambang bawah tanah terbesar kedua di dunia,” kata Richard saat memberikan orasi ilmiah di Universitas Gadjah Mada, Selasa (4/10/2022).
Di sisi lain, Richard menambahkan, pihaknya juga telah memenuhi seluruh permintaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkaitan dengan peralihan saham mayoritas untuk Pemerintah Indonesia yang dibarengi dengan pengembangan ekonomi lokal hingga pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Seperti diketahui, kepemilikan saham mayoritas PTFI saat ini dimiliki oleh pemerintah Indonesia sebesar 51,2 persen yang sisanya digenggam FCX. Adapun, saham milik pemerintah itu tertuang dari kepemilikan 26,24 persen PT Inalum dan 25 persen PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM).
“Presiden sangat jelas memberikan instruksi ke saya, apa yang dia inginkan seperti Indonesia mesti memiliki 51 persen saham PTFI, dia ingin kami juga untuk komitmen untuk membangun smelter tembaga baru,” kata dia.
Baca Juga
Selepas divestasi saham itu, PTFI menargetkan dapat menyetor uang mencapai US$80 miliar atau setara dengan Rp1.218 triliun (kurs Rp15.230) pada kas negara secara langsung hingga 2041 mendatang. Perkiraan angka setoran itu menggunakan asumsi harga tembaga US$4 dan harga emas berada di kisaran US$1.800 saat itu.
Target itu dilatarbelakangi dengan realisasi setoran ke negara yang cukup besar dari PTFI sepanjang 1992 hingga 2021 lalu. Setoran itu berasal dari penerimaan pajak, royalti, dividen dan pembayaran lainnya.
“Ke depan dengan operasi yang makin luas dan pasar tembaga yang makin kondusif kita pikir untuk 20 tahun mendatang setidaknya dapat memberikan sedikitnya US$80 miliar untuk manfaat langsung ke negara,” kata dia.
Di sisi lain, PTFI telah mengalokasikan investasi tambahan mencapai US$18,6 miliar atau setara dengan Rp283,76 triliun terkait dengan pengembangan tambang dan hilirisasi tembaga milik perseroan untuk periode 2021 hingga 2041 mendatang.
Investasi yang relatif besar itu dilakukan setelah perhitungan cadangan bijih milik perseroan diproyeksikan masih dapat ditambang hingga 2052 mendatang. Malahan, kapasitas sumber daya bijih potensial untuk dikembangkan berdasarkan perkiraan PTFI berada di kisaran 3 miliar ton.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengapresiasi komitmen PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk segera merampungkan pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur yang belakangan diperkirakan kembali mundur ke 2024.
“Kita harus apresiasi kepada PT Freeport yang konsisten patuh terhadap undang-undang untuk membangun smelter di Gresik kalau dulu main-main sekarang sudah ga bisa lagi,” kata Bahlil saat memberikan orasi ilmiah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Selasa (4/10/2022).
Kendati terjadi perlambatan konstruksi, Bahlil menegaskan, pemerintah akan tetap menyetop ekspor tembaga setelah kebijakan dagang itu terbukti efektif mengerek nilai tambah pada komoditas nikel yang lebih dahulu mendapat larangan ekspor. Selain tembaga, dia mengatakan, pemerintah akan segera menghentikan ekspor untuk komoditas timah dan bauksit.
“Kita ingin kolaborasi yang baik dan kalau mereka tidak bangun [smelter] tidak diberikan lagi izin ekspor,” tuturnya.