Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah optimistis kinerja ekspor pada semester II/2022 tetap apik meskipun dibayangi resesi ekonomi global.
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kemendag Veri Anggrijono, sejumlah hal bakal menjadi katalis bagi performa apik ekspor Tanah Air.
Pertama, penguatan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah bakal membuat eksportir dalam negeri menggenjot volume ekspor demi meningkatkan likuiditas perusahaan.
"Volume ekspor pasti akan digenjot untuk meningkatkan liquiditas. Dengan penguatan dolar terhadap rupiah, logikanya, pengusaha pasti akan meningkatkan volume ekspor," kata Veri kepada Bisnis, Jumat (15/7/2022).
Kedua, naiknya volume impor sepanjang paruh pertama tahun ini disebut akan memacu industri dalam negeri untuk memacu aktivitas ekspor.
Mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) 15 Juli 2022, impor komoditas primer seperti serealia tercatat mengalami kenaikan sebesar 23,53 persen pada semester I/2022 dengan nilai US$2,2 miliar. Naik dari periode yang sama tahun lalu senilai US$1,78 miliar.
Selain itu, sambungnya, pemerintah berpandangan inflasi di AS dan krisis akibat perang Rusia-Ukraina justru membuka peluang bagi Indonesia untuk mengoptimalkan ekspor kebutuhan primer seperti produk tekstil ataupun makanan dan minuman.
"Diharapkan para pengusaha jeli melihat peluang dibalik masalah global saat ini," ujarnya.
Perlu diketahui, tantangan besar dinilai mengadang kinerja ekspor Tanah Air pada paruh kedua tahun ini akibat bayang-bayang resesi ekonomi global.
Pengetatan moneter di banyak negara untuk menjinakkan inflasi yang tinggi berisiko menimbulkan perlambatan ekonomi dan mengurangi permintaan impor oleh negara lain.
Selain itu, harga komoditas energi, logam, dan minyak nabati yang sempat melambung saat ini cenderung turun.
Meledaknya harga komoditas yang dinikmati Indonesia dikhawatirkan cepat berakhir sehingga ekspor Indonesia yang banyak bergantung pada batu bara dan CPO akan melambat pada bulan-bulan mendatang.
Bloomberg merekam sebanyak 80 negara di dunia telah menaikkan suku bunga setelah pandemi. Amerika Serikat sebagai ekonomi terbesar telah menaikkan 150 basis poin sejak Maret dan diperkirakan akan menaikkan 100 basis poin lagi menyusul inflasi di negara itu yang masih menanjak 9,1 persen YoY pada Juni.