Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri makanan dan minuman (mamin) perlu mendapatkan perpanjangan insentif perpajakan. Hal itu untuk mengantisipasi dampak pelemahan rupiah terhadap industri.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bima Yudhistira, perpanjangan insentif perpajakan tersebut perlu diimbangi dengan pengawasan yang diperketat sehingga berkorelasi dengan serapan tenaga kerja.
"Pelaku industri mamin perlu mendapatkan perpanjangan insentif perpajakan, asalkan pengawasannya diperketat sehingga berkorelasi dengan terjaganya serapan kerja," kata Bhima kepada Bisnis, Senin (11/7/2022)
Kemudian, lanjutnya, beberapa debitur mamin yang masih kesulitan melunasi pinjaman sebaiknya juga dipertimbangkan untuk mendapatkan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 2024.
Beberapa hal di atas, menurutnya merupakan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi sebagai bentuk kehadiran negara dalam mengawal proses percepatan pemulihan di industri Tanah Air.
Sebab, pelaku industri mamin harus memutar otak untuk mengantisipasi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang memengaruhi harga bahan baku.
Tidak hanya dengan dorongan dari pemerintah, Bhima mengatakan setidaknya ada lima upaya yang mesti segera dilakukan oleh pelaku industri mamin di Tanah Air.
Pertama, melakukan pencarian alternatif sumber bahan baku yang terjangkau dan mampu memenuhi permintaan jangka panjang
Kedua, memperluas pasar ekspor ke negara alternatif yang tidak terlalu terdampak oleh gangguan perang Rusia-Ukraina dalam hal distribusi.
"Beberapa kawasan tujuan ekspor tersebut, di antaranya, Timur tengah, Amerika Latin, dan Afrika," ujarnya.
Ketiga, melakukan downsizing atau menurunkan standar dan kuantitas barang agar tidak terjadi penyesuaian harga jual yang signifikan.
Keempat, membuat produk alternatif dengan harga yang terjangkau, sehingga ketika shifting pembelian terjadi maka konsumen tidak bergeser ke produk perusahaan kompetitor.
"Kelima, promosi," kata Bhima.