Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Khawatir Inflasi & Kenaikan Suku Bunga, Investor Global Tarik Dana Rp599 Triliun dari Asia

Jumlah ini merupakan gabungan penarikan modal asing dari tujuh negara, termasuk India, Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Thailand.
Bursa Saham Tokyo./Kiyoshi Ota - Bloomberg
Bursa Saham Tokyo./Kiyoshi Ota - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Investor global menarik dana hingga US$40 miliar atau Rp599 triliun (Rp14.984 per dolar AS) dari tujuh pasar regional pada kuartal terakhir, di tengah kekhawatiran inflasi dan kenaikan suku bunga.

Dilansir Bloomberg, jumlah ini merupakan gabungan outflow dari India, Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Thailand. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tiga periode sebelumnya, yaitu krisis keuangan global 2008, taper tantrum 2013, dan puncak siklus kenaikan suku bunga terakhir Federal Reserve pada 2018.

Arus modal keluar terbesar tajam terjadi di Taiwan dan Korea Selatan yang sarat teknologi, serta India selaku importir energi. Investor asing juga menarik dana yang sangat besar dari obligasi Indonesia.

Pengelola investasi menarik diri dari pasar berisiko tinggi karena inflasi yang melejit dan kenaikan suku bunga bank sentral yang agresif melemahkan prospek pertumbuhan global. Kekhawatiran resesi Amerika Serikat (AS) dan gangguan rantai pasokan di Eropa serta China dalam ekonomi global yang masih belum pulih dari lockdown Covid-19 memberikan alasan tambahan terhadap aksi jual ini.

Direktur Investasi Senior Asia di Abrdn PLC Pruksa Iamthongthong menyarankan investor untuk tetap berhati-hati terhadap ekonomi dan pasar yang berorientasi ekspor dengan valuasi tinggi di tengah kondisi saat ini.

"Kami memperkirakan prospek tetap tidak pasti untuk sektor teknologi secara global dengan meningkatnya risiko resesi," ungkapnya, seperti dikutip Bloomberg, Senin (4/7/2022).

Investor asing mencatat aksi jual bersih atau net sell hingga US$17 miliar atau Rp254 triliun dari pasar saham Taiwan. Jumlah ini melampaui arus keluar yang terlihat di salah satu dari tiga periode sebelumnya.

Kemudian, pasar saham India mencatat net sell US$15 miliar atau Rp224 triliun, dan Korea melaporkan US$9,6 miliar atau Rp14,3 triliun, yang juga melebihi periode sebelumnya.

The Fed yang Hawkish

Pengetatan agresif The Fed yang mendorong imbal hasil obligasi AS diperkirakan akan terus membuat investor menarik dana dari pasar regional. Pasar swap memperkirakan kenaikan suku bunga Federal Reserve hingga 150 basis poin tahun ini.

"Alasan investor asing menjual saham di pasar tersebut bukan karena ada yang tidak beres di dalamnya, melainkan karena Federal Reserve dan bank sentral lainnya memperketat kebijakan moneter mereka," kata kepala analis Asia Pasifik di Bank Julius Baer, Mark Matthews.

Salah satu tema utama yang dimunculkan oleh data tersebut adalah penjualan saham teknologi, yang menyumbang lebih dari setengah aksi jual di pasar saham Taiwan dan sekitar sepertiga bursa Korea.

Saham teknologi telah merosot di seluruh dunia tahun ini karena kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan global, dan valuasi yang tinggi menyusul keuntungan selama pandemi Covid-19.

Fund Manager Federated Hermes Calvin Zhang mengatakan pelemahan yen juga merugikan ekonomi Taiwan dan Korea mengingat kedua negara memiliki produk yang diekspor ke Jepang.

"Hal ini menyebabkan ketakutan bahwa mereka akan kehilangan pangsa pasar," kata Zhang.

Sementara itu, pasar saham India berada di bawah tekanan karena ekonomi menderita akibat melonjaknya harga minyak, sedangkan bank sentral dengan cepat menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi.

Indeks saham acuan di Taiwan, Korea, dan India jatuh pada perdagangan Senin, memperpanjang penurunan tahun ini.

Pukulan Ganda

Kepala penilitian untuk Asia Pasifik di BNP Paribas SA Manishi Raychaudhuri mengatakan pata uang dan pasar keuangan di Asia diperkirakan tertekan oleh pukulan ganda dari pengetatan likuiditas yang cepat di pasar negara maju dan kenaikan harga bahan bakar.

Di sisi lain, ada titik terang juga di pasar Indonesia dan Thailand yang mencatat arus modal masuk ke pasar saham mereka pada kuartal terakhir, sementara arus keluar di dua negara tetangga dekat lainnya, Malaysia dan Filipina, relatif kecil.

Hal tersebut sebagian disebabkan pendekatan bank sentral yang lebih dovish di Asia Tenggara, yang berusaha memperlambat kenaikan suku bunga acuan untuk mempertahankan pemulihan pemulihan pasca-Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper