Bisnis.com, JAKARTA — Narasi Institute menilai bahwa asumsi makro ekonomi RAPBN 2023 dari pemerintah masih terlalu optimistis di tengah gejolak ekonomi global dan geopolitik yang masih berlarut-larut.
Pengamat kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai bahwa pemerintah mematok asumsi makro ekonomi yang cukup tinggi dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023. Misalnya, pertumbuhan ekonomi tahun depan dipatok 5,9 persen.
Achmad menilai bahwa asumsi tersebut kurang realistis, bahkan terlalu optimistis. Menurutnya, perkembangan ekonomi global dan serangan Rusia ke Ukraina masih memberikan ketidakpastian yang tinggi sehingga belum tentu kondisi ekonomi sudah pulih pada 2023.
"Target 5,9 persen dengan tingkat inflasi berkisar 2,0—4,0 persen yoy adalah target yang terlalu optimis dan sangat tidak realistis. Selain itu juga tidak membumi seolah ancaman perang Ukraina-Rusia hilang dan tidak ada ancaman stagflasi di seluruh dunia," kata Achmad melalui keterangan resmi, Selasa (28/6/2022).
Prediksi North Atlantic Treaty Organization (NATO) bahwa perang Rusia dan Ukraina masih akan berlarut-larut mendasari pernyataan Achmad tersebut. Pasanya, prediksi NATO itu sampai dibahas oleh para pemimpin negara di pertemuan G7 pekan ini, sehingga menurut Achmad menjadi isu penting.
Risiko perang yang berlarut menurutnya akan membawa ekonomi global sampai mengalami perlambatan. Bank Dunia, melalui laporan Global Economic Prospects memproyeksikan ekonomi global hanya tumbuh 2,9 persen pada 2022 atau turun dari 5,7 persen pada 2021, lalu hanya berkisar 3 persen pada tahun depan.
Baca Juga
"Tahun 2023 malah dunia dihantui stagnan dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi. Keduanya terjadi bersamaan di tahun 2023 sehingga disebut tahun stagflasi," katanya.
Narasi Institute sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan mengalami stagflasi pada 2023. Pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan tidak jauh berbeda dengan 2022, yaitu hanya sekitar 5,1 persen, tetapi inflasinya melambung tinggi di level 4,0—6,0 persen.
"Ancaman perang Ukraina-Rusia meluas akan menyebabkan terjadi gangguan perdagangan dunia sehingga harga-harga impor Indonesia akan lebih mahal dan akhirnya memicu inflasi naik 2—3 persen dari tahun 2022," kata Achmad.
Sejumlah perbedaan asumsi dasar RAPBN 2023 dari Narasi Institute dengan pemerintah:
1. Pertumbuhan ekonomi: 4,5—5,1 persen (pemerintah 5,3—5,9 persen)
2. Inflasi: 4,0—6,0 persen (pemerintah 2,0—4,0 persen)
3. Nilai tukar rupiah: Rp15.050 (pemerintah Rp14.300—14.800)
4. Tingkat bunga SUN 10 tahun: 7,5—10,5 persen (pemerintah 7,34—9,16 persen)
5. Harga minyak mentah Indonesia: US$120 per barel (pemerintah US$90—110 per barel)